JENEWA – Varian Delta COVID-19, yang pertama kali teridentifikasi di India, kini telah terdeteksi di 96 negara, 11 negara lebih banyak dibandingkan pekan lalu, kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam pembaruan informasi epidemiologi mingguannya pada Rabu (30/6).
Varian Delta, yang juga disebut sebagai “mutan ganda” karena membawa dua mutasi, 55 persen lebih mudah menular daripada varian Alpha (yang awalnya terdeteksi di Inggris) dan akan dengan cepat menjadi galur virus corona yang dominan secara global, kata WHO.
Afrika telah melaporkan banyak wabah baru dari varian tersebut setelah Tunisia, Mozambik, Uganda, Nigeria dan Malawi termasuk di antara 11 negara yang menjadi target varian Delta. Benua itu mencatatkan “peningkatan tajam” dalam jumlah kasus dan kematian baru, menurut pembaruan tersebut.
Pertama kali terdeteksi pada Oktober 2020, varian Delta memiliki beberapa mutasi lonjakan (spike mutation) yang meningkatkan kemampuannya dalam penularan dan ketahanannya terhadap antibodi penetral dan bahkan mungkin vaksin.
Lebih lanjut, sebuah penelitian terbaru yang dilakukan di Skotlandia dan diterbitkan dalam jurnal medis internasional The Lancet menemukan bahwa tingkat rawat inap untuk pasien yang terinfeksi COVID-19 varian Delta 85 persen lebih tinggi daripada mereka yang terinfeksi varian Alpha.
“Varian Delta ini lebih cepat, lebih kuat. Varian ini akan memilih sasaran yang lebih rentan dengan lebih efisien daripada varian-varian sebelumnya,” kata Michael Ryan, Direktur Eksekutif Program Darurat Kesehatan WHO, baru-baru ini. [Xinhua]