GUANGZHOU – Vaksin protein rekombinan COVID-19 fusi (V-01), yang dikembangkan dan diproduksi di China, telah disetujui untuk uji klinis tahap III di Filipina.
Vaksin V-01 ini dikembangkan oleh Institut Biofisika di bawah naungan Akademi Ilmu Pengetahuan China dan Livzon Pharmaceutical Group Inc. (LivzonBio) di Provinsi Guangdong, China selatan.
V-01 merupakan vaksin protein rekombinan fusi dengan domain pengikat reseptor (receptor-binding domain/RBD) sebagai antigen. RBD merupakan bagian terpenting dari protein lonjakan virus COVID-19 yang mengikat reseptor ACE2 pada sel manusia. Proses pengikatan ini memberikan akses virus ke sel inang dan menyebabkan infeksi.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (Food and Drug Administration/FDA) Filipina telah memberikan persetujuan untuk uji klinis tahap III vaksin V-01 guna mengevaluasi keamanan dan keefektifannya. Filipina juga sudah mulai merekrut orang dewasa berusia 18 tahun ke atas untuk berpartisipasi dalam uji coba tersebut. Partisipan pertama mendaftar pada 25 Agustus dan mendapatkan suntikan dosis pertama.
UJI KLINIS
Wakil Presiden LivzonBio Hu Zhenxiang mengatakan kepada Xinhua bahwa laporan sementara uji tahap I dan tahap II vaksin V-01 telah diperoleh dan menunjukkan hasil yang memuaskan.
Sebanyak 1.060 partisipan terdaftar dalam uji coba tahap I dan II. Uji coba tahap II melibatkan total 880 partisipan, yang meliputi 440 orang berusia 18-59 tahun dan 440 orang berusia 60 tahun ke atas. Partisipan tertua berusia 83 tahun. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada efek samping serius yang berkaitan dengan vaksin tersebut. Adapun reaksi merugikan yang muncul tergolong ringan, dengan pemulihan spontan terjadi dalam tiga hari.
Sementara itu, terkait imunogenisitas, tingkat serokonversi antibodi penetralnya mencapai lebih dari 97 persen setelah pemberian dua dosis V-01.
Diungkapkan Hu, vaksin V-01 dapat menghasilkan respons imun dengan cepat baik pada kelompok orang dewasa maupun lansia, tanpa perbedaan statistik yang signifikan dalam nilai rata-rata geometrik titer (geometric mean titer/GMT) dari titer antibodi penetral antara kedua kelompok. GMT merupakan parameter imunologi utama yang menunjukkan respons antibodi pascavaksinasi.
Vaksin V-01 juga menjalani uji aktivitas penetral terhadap berbagai varian virus COVID-19. Hasilnya menunjukkan bahwa vaksin ini efektif dalam menetralkan varian Delta.
Data dari uji klinis V-01 tahap I dan II yang dilakukan di China itu masing-masing diterbitkan dalam jurnal Emerging Microbes & Infections dan National Medical Journal of China pada Juli.
VAKSIN RBD
Para ilmuwan telah lama mengetahui bahwa protein lonjakan sangat penting bagi virus COVID-19 untuk menempel pada reseptor sel inang. RBD merupakan bagian dari protein lonjakan yang mengikat sel inang untuk memulai infeksi.
Wang Ming, ahli epidemiologi dari Universitas Sun Yat-sen, menyamakan virus COVID-19 dengan orang jahat, dan menargetkan RBD seperti memborgolnya, sehingga virus itu tidak dapat masuk ke sel inang.
Pada Maret lalu, China mengeluarkan izin penggunaan darurat untuk vaksin Sel CHO, vaksin yang menargetkan RBD. Vaksin ini dikembangkan oleh Institut Mikrobiologi di bawah naungan Akademi Ilmu Pengetahuan China dan Anhui Zhifei Longcom Biopharmaceutical Co., Ltd.
Dibandingkan dengan pendekatan lain yang digunakan sejumlah vaksin untuk menangkal virus tersebut, vaksin yang menargetkan RBD ini relatif mudah diproduksi dan diperbanyak karena hanya membutuhkan sebagian kecil protein lonjakan virus COVID-19 untuk diproduksi. Selain itu, vaksin ini lebih hemat biaya serta lebih mudah disimpan dan diangkut.
Menurut Hu, kapasitas produksi tahunan vaksin V-01 Livzon bisa mencapai 3,5 miliar dosis.
Selain Filipina, perusahaan tersebut juga telah mengajukan uji klinis tahap III di lebih dari 10 negara, termasuk Indonesia, Mesir, Rusia, Rwanda, Afrika Selatan, Pakistan, Malaysia, Turki, dan Meksiko. Pihaknya juga berencana meluncurkan uji klinis untuk dosis penguat (booster) di Malaysia, Turki, Meksiko, dan Rwanda.
Pada Mei, para peneliti dari Universitas Peking dan lembaga penelitian China lainnya melaporkan dalam jurnal Cell Research bahwa menggunakan vaksin protein rekombinan RBD sebagai suntikan booster mungkin merupakan rencana imunisasi yang dioptimalkan di masa depan. [Xinhua]