LONDON – Analisis sementara uji klinis Fase 3 vaksin CoronaVac pada lebih dari 10.000 peserta di Turki menunjukkan efikasi dua dosis vaksin tersebut mencapai 83,5 persen terhadap kasus COVID-19 bergejala, papar sebuah studi yang diterbitkan pada Kamis (8/7) di jurnal medis umum tinjauan sejawat mingguan, The Lancet.
Uji klinis terkontrol acak dilakukan di Turki menggunakan vaksin COVID-19 CoronaVac yang dikembangkan oleh perusahaan farmasi China Sinovac Biotech. Uji coba ini melibatkan lebih dari 10.000 peserta berusia 18-59 tahun.
Mereka secara acak diminta untuk menerima dua dosis vaksin CoronaVac atau plasebo yang diberikan secara berkala dengan selang waktu 14 hari.
Temuan awal menunjukkan bahwa vaksin CoronaVac menimbulkan respons antibodi yang kuat, dan tidak ada efek samping parah atau kematian yang dilaporkan di antara peserta. Sebagian besar efek samping bersifat ringan dan terjadi dalam tujuh hari setelah penyuntikkan, papar penelitian tersebut.
Kendati demikian, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengonfirmasi efikasi vaksin tersebut dalam jangka panjang, pada kelompok peserta yang lebih beragam, dan terhadap berbagai varian yang muncul, kata penelitian itu.
Dibuat menggunakan virus yang tidak aktif, CoronaVac memicu sistem imun penerima untuk menyerang bentuk virus yang sudah tidak berbahaya dengan memproduksi antibodi untuk melawannya, yang pada akhirnya akan menciptakan imunitas.
Vaksin ini dapat disimpan dan dipindahkan pada suhu 2-8 derajat Celsius dan telah memasuki uji coba Fase 3 sejak pertengahan tahun 2020 di Brasil, Indonesia, Chile, dan Turki, menurut The Lancet.
“Salah satu kelebihan CoronaVac adalah tidak perlu dibekukan, sehingga lebih mudah untuk diangkut dan didistribusikan.
Ini bisa menjadi sangat penting untuk distribusi global, mengingat beberapa negara mungkin menghadapi kesulitan menyimpan vaksin dalam jumlah besar pada suhu yang sangat rendah,” kata Murat Akova, penulis utama studi sekaligus profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Hacettepe di Ankara. [Xinhua]