COVID-19 telah mengekspos dan memperburuk kelemahan mendasar dalam arsitektur global untuk kesiapsiagaan dan respons pandemi. Cara terbaik yang dapat kita lakukan untuk mengatasinya adalah dengan perjanjian yang mengikat secara hukum antarnegara, kesepakatan yang dibuat dari kesadaran bahwa kita tidak memiliki masa depan kecuali masa depan bersama, kata Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus.
JENEWA, Sesi khusus Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly/WHA) dimulai pada Senin (29/11) di tengah meningkatnya kekhawatiran atas varian virus corona terbaru, Omicron, saat para peserta bertekad merundingkan sebuah “perjanjian pandemi” baru.
PERJANJIAN PANDEMI YANG MENGIKAT SECARA HUKUM
Sesi WHA pada Mei tahun ini memutuskan untuk membentuk kelompok kerja guna mempertimbangkan berbagai temuan dan rekomendasi dari sejumlah panel dan komite tentang kesiapsiagaan global dan respons terhadap COVID-19 sebelum memulai diskusi mereka pada Senin tentang potensi “perjanjian yang mengikat secara hukum antarnegara.”
“COVID-19 telah mengekspos dan memperburuk kelemahan mendasar dalam arsitektur global untuk kesiapsiagaan dan respons pandemi,” kata Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus pada pembukaan sesi khusus tersebut.
“Cara terbaik yang bisa kita lakukan untuk mengatasinya adalah dengan sebuah perjanjian yang mengikat secara hukum antarnegara, kesepakatan yang dibuat dari kesadaran bahwa kita tidak memiliki masa depan kecuali masa depan bersama,” katanya.
Menurut Tedros, “perjanjian pandemi” baru tersebut diharapkan dapat mengatasi COVID-19 sebagai “sebuah krisis solidaritas dan berbagi.”
“Kurangnya dalam berbagi APD (alat pelindung diri), tes, vaksin, teknologi, pengetahuan praktis, kekayaan intelektual, dan peralatan lainnya telah menghambat kemampuan kolektif kita untuk mencegah penularan dan menyelamatkan nyawa,” katanya, seraya menyatakan kurangnya konsistensi dan pendekatan global yang koheren telah menghasilkan “respons yang terpecah dan terputus, menumbuhkan kesalahpahaman, kekeliruan informasi dan ketidakpercayaan.”
BERSIAP MENGHADAPI OMICRON
Sesi khusus WHA itu bertepatan dengan munculnya varian virus Omicron yang bermutasi dengan sangat cepat, yang ditetapkan WHO sebagai “variant of concern” (VOC) tiga hari lalu.
Meskipun WHO mengatakan belum ada kepastian apakah Omicron lebih mudah menular atau mengakibatkan penyakit yang lebih parah dibandingkan varian lain yang telah diketahui, termasuk Delta, kekhawatiran semakin meningkat akan dampaknya terhadap kemanjuran vaksin dan perawatan yang ada saat ini.
Sejumlah negara telah memberlakukan larangan masuk bagi pelancong dari Afrika Selatan, di mana Omicron pertama kali terkonfirmasi pada 9 November dan telah teridentifikasi di beberapa negara Eropa, termasuk Belgia, Belanda, Inggris, Portugal, dan Swedia.
Badan Kesehatan Masyarakat Swedia pada Senin mengonfirmasi kasus pertama varian Omicron, ditemukan ketika seorang pelancong yang kembali ke Swedia dari Afrika Selatan menjalani tes.
Institut Kesehatan Nasional Dokter Ricardo Jorge (INSA) Portugal pada Senin mengonfirmasi 13 kasus varian Omicron di Portugal di antara para pemain dan staf klub sepak bola Belenenses SAD.
INSA mengatakan bahwa sampel-sampel tersebut dikumpulkan dan dianalisis pada Minggu (28/11), dan salah satu pemain yang dinyatakan positif baru saja kembali ke negara itu dari Afrika Selatan.
Di Jerman, tingkat kemunculan COVID-19 selama tujuh hari naik ke level tertinggi baru sepanjang masa ke angka 452,4, naik dari 386,5 pada pekan lalu, menurut pengumuman Institut Robert Koch (Robert Koch Institute/RKI), lembaga pemerintah federal yang menangani pencegahan dan pengendalian penyakit menular, pada Senin.
Ahli virologi Jerman Christian Drosten pada Minggu mengatakan kepada penyiar ZDF bahwa dia “saat ini sangat khawatir. Saya terkejut melihat begitu banyak mutasi pada virus ini.”
Di Siprus, langkah-langkah antivirus corona baru yang berkaitan dengan anak-anak sekolah mulai berlaku pada Senin, dengan sebagian besar klaster COVID-19 saat ini ditemukan di sekolah-sekolah.
Selain melarang kedatangan langsung dari delapan negara Afrika yang paling terdampak varian Omicron, semua pelancong yang datang dari tujuan lain juga akan menjalani tes virus corona di bandara, kata Michalis Hadipantelas, Menteri Kesehatan Siprus.
Menteri Kesehatan Polandia Adam Niedzielski pada Senin mengatakan bahwa pemerintah negara itu akan mengumumkan pembatasan baru untuk mengatasi varian baru tersebut, termasuk aturan penerbangan yang diperketat terhadap tujuh negara di Afrika bagian selatan.
“Omicron menunjukkan mengapa dunia membutuhkan kesepakatan baru tentang pandemi. Sistem kita saat ini membuat berbagai negara tidak waspada terhadap ancaman yang pasti akan masuk ke negara mereka,” kata Tedros. [Xinhua]