DEN HAAG – Perdana Menteri (PM) Petahana Belanda Mark Rutte pada Senin (12/7) meminta maaf atas nama kabinetnya karena membuat apa yang disebutnya suatu kesalahan dalam mengambil keputusan pelonggaran cepat langkah pembatasan COVID-19 pada akhir Juni lalu.
“Apa yang kami pikir mungkin ternyata tidak mungkin terjadi,” kata Rutte kepada wartawan. “Saya meminta maaf untuk itu.”
Tingkat penularan virus corona di Belanda naik jauh lebih cepat dari yang diperkirakan sejak negara itu membuka kembali hampir sepenuhnya fasilitas-fasilitas pada 26 Juni. Sebagian besar penularan terjadi di tempat hiburan malam dan pesta yang dihadiri orang dalam jumlah besar.
Sebanyak 8.522 kasus baru COVID-19 dilaporkan oleh Institut Nasional Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan (RIVM) Belanda dari Minggu (11/7) hingga Senin, turun 847 kasus dibanding hari sebelumnya. Selama tujuh hari terakhir, rata-rata 6.619 tes positif dilaporkan setiap harinya, lebih dari 500 persen lebih tinggi dibanding tujuh hari sebelumnya.
“Semua ini membuat pemerintah khawatir,” kata Rutte pada Jumat (9/7). “Kami tidak dapat mengabaikan kemungkinan bahwa jumlah rawat inap di rumah sakit akan meningkat lagi dalam beberapa pekan ke depan. Oleh karena itu, kami memutuskan perlunya langkah ekstra pada musim panas ini.”
Rutte dan Menteri Kesehatan Belanda Hugo de Jonge, yang akan melepas jabatannya, mengumumkan langkah-langkah baru pada Jumat demi mengendalikan penyebaran virus corona. Ini mulai berlaku pada 10 Juli dan akan terus berlaku hingga 13 Agustus.
Pada Jumat lalu, Rutte dan de Jonge menepis tuduhan bahwa kabinet terlalu dini melonggarkan pembatasan pada akhir Juni. Mereka menyatakan bahwa dengan pengetahuan dan tingkat penularan yang rendah pada saat itu, pilihan tersebut dapat dibenarkan. [Xinhua]