JENEWA – Sekelompok pakar hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu (9/6) meminta para pemimpin Kelompok Tujuh (Group of Seven/G7) untuk memastikan masyarakat di negara-negara berkembang memiliki akses yang sama terhadap vaksin COVID-19 dan tidak membiarkan motivasi mencari keuntungan merusak kesehatan dan kesetaraan global.
“Setiap orang berhak memiliki akses ke vaksin COVID-19 yang aman, efektif, tepat waktu, dan berbasis penerapan pengembangan ilmiah terbaik,” ujar para pakar dalam pernyataan menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 yang akan digelar di Inggris pada 11-13 Juni mendatang.
“Sekarang saatnya solidaritas dan kerja sama internasional untuk memberikan bantuan yang efektif kepada seluruh pemerintah dalam upaya vaksinasi mereka dan untuk menyelamatkan nyawa,” kata mereka. “Ini bukan saatnya melakukan negosiasi yang berlarut-larut atau melobi guna membangun penghalang demi melindungi keuntungan perusahaan”.
Para pakar menekankan bahwa produksi vaksin COVID-19 yang aman dan efektif yang luar biasa cepat belum diikuti oleh tindakan sigap untuk memastikan kesetaraan akses di semua negara dan kawasan.
“Miliaran orang di Global South kini tertinggal. Mereka melihat vaksin sebagai sebuah fatamorgana atau hak istimewa bagi negara maju,” kata para pakar. “Situasi ini hanya akan memperpanjang krisis, meningkatkan angka kematian secara drastis, dan memperdalam tekanan ekonomi, memicu adanya kemungkinan menabur benih kerusuhan sosial.” Global South merupakan istilah yang merujuk pada kelompok negara miskin dan berkembang, yang sebagian besar berada di belahan bumi selatan.
“Para pemimpin G7 harus memprioritaskan perlindungan hak kehidupan dan kesehatan masyarakat dalam situasi yang paling genting secara sosial dan ekonomi pada saat jutaan orang menghadapi kemiskinan dan kelaparan,” tutur para pakar, senada dengan pernyataan mereka tahun lalu terkait berapa banyak nyawa yang hilang akibat pandemi.
“Sungguh mengejutkan bahwa, menurut laporan WHO, hanya kurang dari 1 persen dari seluruh vaksin yang didistribusikan sejauh ini mengalir ke negara-negara berpenghasilan rendah,” imbuh mereka. [Xinhua]