KOPENHAGEN – Otoritas Kesehatan Denmark memutuskan untuk menghentikan penggunaan vaksin Johnson & Johnson dari program vaksinasi COVID-19 massal mereka.
“Mempertimbangkan situasi saat ini di Denmark, apa yang sekarang hilang dalam upaya kami untuk mencegah penyakit parah dari COVID-19 tidak boleh lebih besar daripada risikonya yang menyebabkan kemungkinan efek samping dalam bentuk pembekuan darah yang parah pada mereka yang kami vaksinasi,” kata Wakil Direktur Jenderal Otoritas Kesehatan Denmark Helene Probst dalam sebuah siaran pers.
“Di tengah epidemi, ini merupakan keputusan yang sulit untuk dibuat, terutama setelah kami juga harus menghentikan penggunaan vaksin COVID-19 dari AstraZeneca.”
Keputusan otoritas tersebut bahwa “manfaatnya tidak lebih besar daripada risikonya” muncul setelah Badan Obat-obatan Eropa (European Medicines Agency/EMA) menyimpulkan bahwa kemungkinan terdapat kaitan antara kasus pembekuan darah (trombositopenia trombotik imun yang diinduksi oleh vaksin atau VITT) yang jarang terjadi namun bersifat parah dengan vaksin COVID-19 dari Johnson & Johnson.
Keputusan itu akan memengaruhi mereka yang berada dalam kelompok usia 20 hingga 39 tahun, yang kini akan menghadapi penundaan vaksinasi hingga empat pekan, menurut siaran pers tersebut.
Namun demikian, otoritas kesehatan itu mengatakan keputusan tersebut tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa vaksin Johnson & Johnson dapat digunakan di masa mendatang.
Pengetahuan baru mungkin muncul atau situasi di Denmark mungkin berubah, misalnya dalam hal tekanan infeksi, beban penyakit, pengendalian epidemi atau ketersediaan vaksin lain, imbuhnya.
Pada 14 April, Denmark memutuskan untuk sepenuhnya menghentikan pemberian vaksin COVID-19 AstraZeneca. Vaksin COVID-19 dari Pfizer/BioNTech dan Moderna saat ini termasuk dalam program vaksinasi resmi negara tersebut.
Meski demikian, warga Denmark masih memiliki kesempatan untuk memilih vaksin COVID-19 AstraZeneca dan Johnson & Johnson yang telah dihentikan tersebut secara sukarela dan gratis.
Dengan suara terbanyak, parlemen Denmark mendukung keputusan tersebut. Skema vaksinasi opsional diperkirakan akan dimulai pada Mei, seperti dilaporkan kantor berita Denmark, Ritzau, pada Senin. Menurut lembaga riset dan kesehatan publik Statens Serum Institut (SSI), Denmark pada Senin (3/5) mencatat 762 kasus baru COVID-19 dengan nol kematian baru dalam 24 jam terakhir.
Hingga saat ini, negara tersebut telah melaporkan 253.673 kasus dan 2.490 kematian, sementara 1.367.495 warga Denmark telah menerima setidaknya satu dosis suntikan vaksin COVID-19, yang setara dengan 23,4 persen dari populasi negara itu. [Xinhua]