Foto berikut menunjukkan Tianhe-2 China yang dipasang di Pusat Superkomputer Nasional di Guangzhou, Provinsi Guangdong, China selatan. (Foto dokumentasi Xinhua/Long Hongtao)
BEIJING, 16 Juni (Xinhua) — Menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan salah satu superkomputer tercepat di dunia, para peneliti China sedang merekayasa zat kimia tak dikenal yang dapat digunakan secara klinis di masa depan.
Superkomputer Tianhe-2 di Provinsi Guangdong, China selatan, yang masuk dalam jajaran 10 komputer tercepat di dunia di daftar TOP 500 yang diterbitkan pada bulan ini, digunakan sebagai platform untuk penemuan obat. Saat ini, algoritma berbasis AI membuat mesin tersebut jauh lebih pintar.
Para ilmuwan dari Universitas Sun Yat-sen dan perusahaan rintisan (startup) AI yang berbasis di Beijing, Galixir, bersama dengan para ilmuwan dari Institut Teknologi Georgia dan Institut Teknologi Massachusetts, melaporkan sebuah peralatan pembelajaran dalam (deep learning) praktis guna memprediksi jalur biosintetik untuk produk alami (natural product/NP) atau senyawa mirip NP di Tianhe-2.
NP merupakan sumber utama penemuan obat klinis. Lebih dari 60 persen obat molekul kecil yang disetujui Badan Pengawas Obat dan Makanan (Food and Drug Administration/FDA) Amerika Serikat adalah NP atau turunannya.
Ada lebih dari 300.000 NP yang telah dicatat sejauh ini. Namun, karena pengetahuan produksi yang kompleks, hanya sepersepuluhnya yang telah dikembangkan sebagai substrat atau produk, dengan penapisan (screening) yang dibantu komputer sangat dibutuhkan.
Dalam studi baru-baru ini yang diterbitkan di Nature Communications, para peneliti mempresentasikan alat yang disebut BioNavi-NP untuk mengusulkan jalur biosintetik NP dari elemen penyusun sederhana dengan cara yang optimal, yang tidak memerlukan aturan biokimia yang sudah diketahui.
Pertama-tama, model prediksi bio-retrosintesis satu langkah dilatih untuk menghasilkan kandidat prekursor untuk NP target. Model berbasis data penuh tersebut mencapai akurasi prediksi 1,7 kali lebih tepat dibandingkan model berbasis aturan sebelumnya, menurut studi tersebut.
Kemudian, sistem perencanaan rute retro-biosintesis otomatis secara efisien mengambil sampel jalur biosintetik yang memungkinkan.
Studi tersebut mengungkapkan bahwa peralatan tersebut sukses mengidentifikasi jalur biosintetik untuk 90,2 persen dari 368 senyawa pengujian.
Selain itu, para peneliti menggabungkan alat prediksi enzim yang ada untuk menyediakan peladen web (webserver) yang terbuka untuk umum dan ramah pengguna yang dapat memprediksi jalur biosintetik. Peladen ini juga dapat menilai kelayakan biologis dari jalur-jalur tersebut berdasarkan perkiraan preferensi spesies dan enzim.
Dengan memasukkan segala jenis molekul NP yang relevan ke dalam perangkat daring (online) tersebut, seseorang bisa mendapatkan berbagai cara yang diprediksi untuk mensintesisnya dalam hitungan beberapa menit.
Hasil yang diperoleh dengan cepat itu hanya dimungkinkan oleh kemampuan komputasi paralel Tianhe-2 yang kuat dan sumber daya unit pemrosesan grafis (graphics processing unit/GPU) yang disesuaikan miliknya, yang membantu memangkas waktu pelatihan dan pengujian dari dua pekan lebih menjadi hanya satu hari.
KEDOKTERAN YANG DIBANTU KOMPUTER
Superkomputer China Tianhe-2 telah banyak digunakan untuk mempromosikan penelitian di bidang kesehatan dan kedokteran.
Sebuah studi sebelumnya melaporkan alat berbiaya hemat untuk membedakan jenis kanker lambung, menggunakan Tianhe-2 dan model berbasis AI yang disebut EBVNet.
Model penapisan gen pada Tianhe-2 dapat secara efektif menemukan tanda-tanda kanker nasofaring di kalangan populasi berisiko tinggi.
Kedua studi tersebut masing-masing diterbitkan di Nature Communications pada Mei dan April.
Pada Maret, studi lain yang diterbitkan di jurnal Cell Metabolism menunjukkan bahwa para ilmuwan menggunakan Tianhe-2 untuk menemukan tiga zat kimia yang dapat membawa strategi konseptual baru untuk mengobati komplikasi COVID-19.
Para ilmuwan China juga menjalankan model pertama di dunia berbasis deep learningpada Tianhe-2 untuk proses penapisan secara non-invasif dan mengidentifikasi penyakit hati dan empedu menggunakan citra okular.
Temuan ini dipublikasikan di Lancet Digital Health pada tahun lalu, dan model ini telah digunakan di platform cloudmilik Zhongshan Ophthalmic Center yang berada di bawah naungan Universitas Sun Yat-sen. [Xinhua]