SHANGHAI – Berbagai kendaraan nirawak, alih-alih petani, terlihat sibuk memanen bulir padi di sebuah sawah di pinggiran kota Shanghai.
Sawah seluas 300 mu atau sekitar 20 hektare (1 mu = 0,067 hektare) di Waigang, Distrik Jiading, ini merupakan sawah nirawak rintisan pertama di Shanghai.
Kendaraan-kendaraan pertanian yang dilengkapi dengan Sistem Satelit Navigasi BeiDou (BeiDou Navigation Satellite System/BDS) China berjalan hilir mudik antara gudang dan sawah, dengan secara otomatis menghindari rintangan yang ada di lintasannya untuk mengangkut hasil panen.
Shanghai merintis sawah nirawak ini pada 2020 menggunakan mesin pertanian nirawak untuk membajak, menabur bibit, mengelola sawah, dan memanen.
Gao Hao, pemimpin perusahaan layanan pertanian di Waigang, mengatakan bahwa konstruksi sawah cerdas tersebut masih dalam tahap awal.
Lahan pertanian ini akan diperluas menjadi 1.600 mu tahun depan, sedangkan sistem pengelolaan digital akan dibentuk untuk visualisasi dan kemampuan pelacakan seluruh proses pertanian nirawak.
Gao mengatakan pertanian nirawak di sawah memangkas biaya tenaga manusia sebesar sekitar 100 yuan (1 yuan = Rp2.203) per mu dalam setahun. Jika sawah seluas 20.000 mu di Shanghai dikelola secara nirawak, biaya yang dihemat akan mencapai 2 juta yuan.
“Pertanian nirawak juga dapat membantu penanam padi mengontrol kualitas beras dan meningkatkan efisiensi pertanian maupun profit. Pendapatan per mu 1.000 yuan lebih besar daripada pendapatan dari metode tradisional,” tutur Gao.
Dia menambahkan bahwa sekarang, sebagian besar operator mesin pertanian semakin banyak yang tua. Pertanian nirawak dapat menarik lebih banyak kaum muda untuk bekerja di bidang pertanian.
Pemerintah Kota Shanghai membidik penerapan proyek rintisan pertanian nirawak untuk lahan produksi biji-bijian seluas 100.000 mu pada 2025 mendatang, sementara pusat-pusat layanan untuk membantu petani menerapkan pengelolaan digital pada alat pertanian mereka pun akan didirikan di setiap wilayah di kota itu. [Xinhua]