NEW YORK CITY – Semakin banyak warga Amerika Serikat (AS) yang keluar dari pekerjaan mereka dibandingkan pada periode mana pun dalam setidaknya dua dekade, menambah tantangan bagi perusahaan yang berupaya mengejar pemulihan ekonomi, menurut laporan The Wall Street Journal pada Minggu (13/6).
“Gelombang pengunduran diri itu menandai perubahan tajam dari hari-hari terkelam pandemi, ketika banyak pekerja mendambakan jaminan pekerjaan sembari menghadapi krisis kesehatan dan ekonomi nasional,” kata laporan tersebut.
Mengutip data dari Departemen Ketenagakerjaan AS, laporan itu menunjukkan bahwa porsi pekerja AS yang meninggalkan pekerjaan mencapai 2,7 persen pada April, melonjak dari 1,6 persen setahun sebelumnya ke level tertinggi setidaknya sejak 2000.
Meski tingginya tingkat pengunduran diri para pekerja memberi dampak kepada para pengusaha dengan biaya turnover yang lebih besar, dan dalam beberapa kasus, gangguan bisnis, para ekonom bidang ketenagakerjaan mengatakan bahwa tingkat keluarnya karyawan biasanya menandakan pasar tenaga kerja yang sehat karena individu tertarik pada pekerjaan yang lebih sesuai dengan keterampilan, minat, dan kehidupan pribadi mereka, menurut laporan itu.
Beberapa faktor turut mendorong turnover pekerjaan tersebut. Banyak orang menolak untuk kembali melakukan aktivitas bisnis seperti biasa, mereka lebih memilih fleksibilitas kerja jarak jauh atau enggan berada di kantor sebelum virus dimusnahkan, katanya.
“Beberapa lainnya merasa kelelahan karena beban kerja ekstra selama pandemi dan stres, sementara lainnya mengincar gaji yang lebih tinggi guna menutup kehilangan pekerjaan pasangannya atau memanfaatkan tahun lalu untuk mempertimbangkan kembali jalur karier mereka dan mengubah arah,” imbuhnya. [Xinhua]