WARTABUANA – Pada 1 Agustus 2023, sebuah berita yang mengejutkan dunia muncul di layar kaca: Fitch lnternational, satu dari tiga lembaga pemeringkat utama dunia, menurunkan peringkat kredit nasional Amerika Serikat (AS) dari AAA menjadi AA+. Fitch International menyimpulkan bahwa reputasi nasional AS menurun usai melakukan kajian menyeluruh terhadap keuangan, utang pemerintah, dan kemampuan tata kelola komprehensif negara tersebut dalam tiga tahun ke depan.
Institusi seperti apakah Fitch International hingga berani memberikan penilaian kepada sang “hegemoni” dunia itu? Awalnya, Fitch International merupakan perusahaan penerbitan yang didirikan pada 1913 silam oleh John K. Fitch. Pada 1924, Fitch International mulai menggunakan sistem peringkat mulai dari AAA hingga D untuk menilai sekuritas industri. Pada 1975, Fitch International diakui oleh Komisi Sekuritas dan Bursa AS sebagai organisasi pemeringkat yang diakui secara nasional atau NRSRO. Saat ini, perusahaan tersebut dikelola oleh perusahaan Prancis, FIMALAC. Fitch International dinilai sebagai lembaga pemeringkat terbaik di dunia selama dua tahun berturut-turut dalam sebuah laporan survei oleh perusahaan riset terkenal internasional, Cantwell&Co. Volume bisnis pemeringkatan lembaga keuangannya tak ada yang menandingi di dunia.
Ada tiga lembaga pemeringkat paling terkenal di dunia, yaitu Standard&Poor’s, Moody’s Investor Services, dan Fitch Ratings International. Perihal mengapa suatu negara perlu diberi peringkat, hal pertama yang perlu diperhatikan adalah apa itu peringkat kredit. Pertama, tujuan mendasar dari peringkat kredit adalah untuk mengungkapkan ukuran risiko gagal bayar dari objek yang dievaluasi, bukan jenis risiko investasi lainnya, seperti risiko suku bunga, risiko inflasi, risiko investasi ulang, dan risiko valuta asing. Tujuan kedua dari evaluasi peringkat kredit adalah kemampuan dan kemauan entitas ekonomi dalam membayar utang atau kewajiban lainnya sesuai dengan yang diperjanjikan dalam kontrak. Ketiga, pemeringkat kredit merupakan pihak ketiga yang independen, yang menggunakan keunggulan teknis dan pengalaman profesionalnya guna memberikan pendapat ahli atas tingkat risiko kredit dari berbagai entitas ekonomi dan instrumen keuangan.
Tiga lembaga pemeringkat utama dunia, selain Moody’s, juga mempertahankan peringkat AAA untuk kredit nasional AS, sedangkan S&P dan Fitch menurunkan peringkat negara itu menjadi AA+, yang mengindikasikan adanya isu-isu signifikan di tingkat pemerintahan di AS.
Perseteruan bipartisan di AS memiliki sejarah yang panjang. Sejak pemerintahan Biden berkuasa, mereka membawa perubahan dalam tata kelola nasional, tetapi belum secara fundamental menyelesaikan kontradiksi yang mengakar di AS, seperti penuaan populasi, jaminan sosial, biaya asuransi kesehatan, infrastruktur, senjata api, dan utang. Mereka hanya bersikap acuh tak acuh dan belum mengambil tindakan yang diperlukan. Namun, mereka mengerahkan berbagai upaya untuk melindungi kepentingan kelompok-kelompok dan pihak-pihak tertentu, dengan mendukung Perang Rusia-Ukraina dan memberikan bantuan militer kepada Ukraina, di mana kelompok-kelompok militer yang berkepentingan dapat menghasilkan banyak uang. Pada saat bersamaan, mereka meningkatkan tekanan politik terhadap Partai Republik, yang menyebabkan lingkungan politik yang kacau di negara tersebut. Akibatnya, pemerintah gagal mencapai konsensus dengan Partai Republik pada waktu yang ditentukan dikarenakan masalah batasan akuntansi, dan berada di ambang kehancuran. Oleh karena itu, Fitch International yakin bahwa pemerintahan Biden di AS saat ini memiliki kemampuan tata kelola nasional yang relatif lemah.
Dalam beberapa tahun terakhir, untuk mempertahankan posisinya sebagai hegemoni militer dan ekonomi global, AS meningkatkan pengeluaran fiskal pemerintahannya tanpa menghasilkan titik pertumbuhan ekonomi baru, sehingga menyebabkan AS melewati batas kemampuannya dan menimbulkan beban utang yang besar. Stok utang pemerintah AS melampaui 32,6 triliun yuan (1 yuan = Rp2.113). Menurut analisis Fitch, defisit pemerintah AS pada 2022 menyumbang 3,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), dan hingga 2023, data yang dipertanyakan diperkirakan mencapai 6,3 persen. Dengan tidak adanya pertumbuhan ekonomi, defisit fiskal tumbuh secara geometris tanpa adanya langkah-langkah untuk memangkas utang.
Di hadapan tren globalisasi, sikap keras kepala dan berpuas diri hanya akan membuat ekonomi nasional mengalami stagnasi dan jatuh ke dalam resesi. Hanya dengan merangkul tren perkembangan sejarah, kita dapat berdiri di garis depan perkembangan sejarah dan mendukung pembangunan ekonomi dunia. Namun, AS justru bertindak sebaliknya dan tidak sungkan memulai perang dagang dengan negara-negara lainnya menggunakan metode yang salah. Praktik ini tidak membawa hasil yang instan. Sejak dilantik, pemerintahan Biden belum memetik pelajaran dari pemerintahan Trump, terus mengejar unilateralisme, melakukan intervensi besar-besaran dalam berbagai sengketa internasional, dan menambah beban berat terhadap negaranya.
Usai pecahnya konflik Rusia-Ukraina pada 2022, AS tidak secara aktif mendorong penyelesaian damai atas perselisihan itu, tetapi justru terus meningkatkan bantuan militer untuk Ukraina, menjadikan perang itu kian memanas. Mulai dari perang dagang hingga perang antara Rusia dan Ukraina, kendati beberapa perusahaan besar internasional meninggalkan China Daratan dan Eropa untuk membangun pabrik di AS, subsidi dari AS justru tidak tersedia. Pada waktu bersamaan, pembatasan ekspor terhadap perusahaan yang berbasis di AS malah diperketat dan perusahaan diwajibkan untuk menyerahkan rahasia inti mereka (rahasia bisnis, ilmiah, dan teknologi) secara gratis. Beberapa perusahaan menyampaikan bahwa mereka tidak akan memperluas kapasitas produksi di AS dan mengembangkan rahasia inti mereka di negara itu. Salah satu di antaranya adalah TSMC, sebuah perusahaan cip besar berskala internasional.
Setelah beberapa perusahaan kembali ke AS, negara itu memperkenalkan serangkaian kebijakan restriktif, yang membatasi kegiatan komersial mereka, memperketat persyaratan kredit, melemahkan investasi komersial, dan memperlambat konsumsi. Akibat lemahnya vitalitas pasar, perekonomian AS akan mengalami resesi ringan pada kuartal keempat 2023 dan kuartal pertama 2024. Fitch memprediksi bahwa tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil tahunan di AS akan melambat dari 2,1 persen pada 2022 menjadi 1,2 persen pada 2023, dengan tingkat pertumbuhan keseluruhan hanya menyentuh angka 0,5 persen pada 2024. Jumlah lowongan pekerjaan masih tinggi dan tingkat partisipasi tenaga kerja masih berada di bawah level prapandemi (1 poin persentase), yang kemungkinan akan berdampak negatif terhadap potensi pertumbuhan dalam jangka menengah.
Setelah peringkat kredit pemerintah AS dipangkas oleh Fitch, pemerintah AS yang terlihat sangat berkuasa juga merasa cemas. Pertama, Menteri Keuangan AS Yellen menyebut tindakan Fitch itu terlalu “sewenang-wenang” dan “ketinggalan zaman”. Yellen menyatakan dalam sebuah pernyataan bahwa dirinya sangat tidak setuju dengan keputusan Fitch Ratings. Kemudian, Gedung Putih juga menanggapinya dengan menentang keras keputusan tersebut. Kuatnya ketidakpuasan pemerintahan Biden di AS sepenuhnya menunjukkan ketidakmampuan dan kepanikan internalnya dalam memerintah negara itu.
Akibat kebijakan AS yang mengutamakan negara itu dan unilateralisme dalam urusan politik, ekonomi, militer, budaya, dan global selama beberapa tahun terakhir, penyia-nyiaan kredibilitas nasional yang berlebihan menjadi alasan Fitch International harus menurunkan peringkat kredit AS. Penurunan peringkat kredit pemerintah AS akan memengaruhi keyakinan investor dan berdampak negatif terhadap harga aset-aset yang berkaitan dengan dolar AS.
Pada saat bersamaan, tren dolar AS akan dipengaruhi oleh keyakinan pasar, kebijakan moneter Federal Reserve, terobosan berkelanjutan perihal batas utang, dan “fermentasi” krisis perbankan yang terjadi secara terus-menerus, yang akan memiliki dampak tertentu terhadap status dolar AS dan obligasi AS sebagai aset yang aman. Pada akhirnya, di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi, terobosan berkelanjutan perihal batas atas utang telah merusak citra pemerintah AS dan penurunan peringkat kredit tersebut juga akan berdampak negatif terhadap dolar AS.
Dalam jangka waktu yang lebih lama, dengan melemahnya posisi geopolitik AS, ekonomi lainnya akan menghindari dampak dari risiko kredit AS, dan menggunakan mata uang selain dolar AS untuk perdagangan. Selain itu, saat ini, sebagian besar negara, termasuk sejumlah sekutu setia AS, yakni Inggris dan Jepang, menjual surat obligasi pemerintah AS. Tampaknya, AS sedang menanggung akibat dari krisis kredibilitasnya sendiri. Selesai
Ditulis oleh Khalil al-Khunani – Ekonom politik Kuwait