ANKARA – Turki akan terus menurunkan tingkat suku bunga alih-alih menaikkannya, kata Presiden Recep Tayyip Erdogan pada Senin (6/6), di tengah meningkatnya kekhawatiran terkait lonjakan inflasi di negara itu ke level tertinggi dalam kurun waktu 24 tahun.
Membela kebijakan pelonggaran moneter yang diambil pemerintahnya, Erdogan mengatakan kepada wartawan setelah rapat kabinet bahwa pemerintah sedang menerapkan program ekonomi “originalnya” sendiri.
Turki adalah negara “merdeka” yang mampu menentukan dan menerapkan prioritas politik dan keamanannya sendiri, dan negara “kuat” yang dapat menerapkan program ekonomi dan sosialnya sendiri, katanya.
“Mereka yang diuntungkan dari segitiga nilai tukar, suku bunga, dan inflasi tidak memahami strategi pertumbuhan negara kita melalui investasi, lapangan kerja, produksi, dan surplus transaksi berjalan,” kata pemimpin Turki itu.
Alih-alih inflasi, Erdogan menyebut biaya hidup sebagai “masalah sebenarnya.”
“Apakah inflasi adalah masalah? Ya, itu memang masalah. Namun, apakah tema ini saja yang menjadi penyebab utama masalah Turki? Jika ya, maka negara kita akan menyelesaikan semua masalah berkat program antiinflasi yang dilaksanakan berkali-kali di masa lalu,” jelasnya.
Mata uang Turki, lira, merosot nilainya menjadi 16,59 terhadap dolar AS pada Senin setelah pernyataan Erdogan tersebut, mengakibatkan kehilangan nilainya menjadi lebih dari 20 persen tahun ini.
Nilai lira merosot lebih dari 40 persen pada 2021, setelah bank sentral Turki memangkas kebijakan suku bunganya sebesar 500 basis poin menjadi 14 persen pada Desember dari 19 persen pada September meskipun inflasi tinggi, dan mempertahankan tingkat suku bunga yang sama sejak saat itu.
Erdogan adalah pendukung suku bunga rendah, bersikeras bahwa langkah itu akan meringankan beban investasi di tengah meningkatnya inflasi.
Inflasi tahunan Turki melonjak menjadi 73,5 persen pada Mei, tertinggi sejak Oktober 1998. [Xinhua]