CHENGDU, Su Feili, pemilik perusahaan perdagangan luar negeri di Daerah Otonom Etnis Zhuang Guangxi, China selatan, antusias saat mengetahui bahwa perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP), pakta perdagangan bebas terbesar di dunia, akan mulai berlaku pada 1 Januari 2022.
“Setelah perjanjian RCEP mulai berlaku, perusahaan kecil dan menengah akan disuguhi lebih banyak peluang untuk berpartisipasi dalam rantai nilai regional dan global,” kata Su di Pameran Impor Internasional China (China International Import Expo/CIIE) yang diadakan di Shanghai.
Perusahaan Su menjual peralatan medis ke 95 negara dan kawasan di seluruh dunia, termasuk anggota RCEP seperti Indonesia, Jepang, dan Filipina.
RCEP tentu akan memberikan lebih banyak stimulus bagi pertumbuhan bisnis perusahaan perdagangan luar negeri China, kata Su. “Mengingat pasar yang sangat besar dan tarif preferensial, kami akan lebih berfokus pada perdagangan dengan negara-negara anggota RCEP.”
Semakin banyak perusahaan China akan menikmati manfaat dari pakta perdagangan ini. Perjanjian tersebut tak hanya akan memberikan “manfaat” langsung seperti pengurangan tarif serta memfasilitasi investasi dan perdagangan, tetapi juga membantu merestrukturisasi rantai nilai industri di Asia Timur dan mempercepat pemulihan ekonomi di masa pasca-COVID-19.
Anggota RCEP meliputi 10 anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru. Total populasi, Produk Domestik Bruto, dan perdagangan dari ke-15 negara tersebut mencakup sekitar 30 persen dari total dunia.
Setelah perjanjian RCEP berlaku penuh, lebih dari 90 persen perdagangan produk di kawasan itu pada akhirnya akan dikenakan tarif nol, termasuk tarif nol langsung dan tarif nol dalam 10 tahun, jelas Zou Dake, seorang pejabat di Bea Cukai Chengdu.
Dongfang Turbine Co., Ltd. di bawah naungan Dongfang Electric Corporation juga akan menjadi penerima manfaat. Perusahaan ini telah memproduksi turbin gas dalam kerja sama teknis dengan Mitsubishi selama hampir 20 tahun, mengimpor beberapa komponen utama dari Jepang.
Untuk setiap turbin gas, suku cadang utama yang diimpor dari Jepang diperkirakan bernilai sekitar 39 juta yuan (1 yuan = Rp2.226). Setelah kesepakatan perdagangan RCEP berlaku dan tarif diturunkan menjadi nol, komponen-komponen utama ini akan menikmati pengurangan tarif sekitar 2,54 juta yuan.
“Pengurangan tarif akan membantu mengurangi biaya produksi dan meningkatkan daya saing, membantu perusahaan meraih peluang pertumbuhan dengan lebih baik,” jelas Liu Jiashun dari Dongfang Turbine.
Setelah China menetapkan target puncak dan netralitas karbon, terdapat permintaan kuat untuk produk Turbin Dongfang, dan perusahaan itu akan dua kali lebih melipatgandakan produksinya demi memanfaatkan peluang tersebut, imbuhnya.
Sebelum perjanjian RCEP ditandatangani, China telah membuat perjanjian perdagangan bebas bilateral dengan sebagian besar anggota RCEP. Namun dengan RCEP, kerja sama bilateral antara China dengan negara anggota lainnya akan ditingkatkan menjadi kerja sama multilateral.
Untuk menikmati tarif nol, negara-negara di kawasan akan lebih cenderung untuk memperkuat kerja sama rantai nilai regional guna menempatkan lebih banyak fasilitas produksi di kawasan itu alih-alih di tempat lain.
Dibandingkan dengan bergabungnya China ke dalam Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO), RCEP mungkin tak kalah penting bagi perdagangan luar negeri dan perusahaan perdagangan luar negeri China, papar Zhou Mao, Wakil Direktur Institut Perdagangan Internasional di Universitas Keuangan dan Ekonomi Southwestern.
“Di masa mendatang, keunggulan penelitian dan pengembangan Jepang dan Korea Selatan, keunggulan sistem industri China, dan keunggulan sumber daya manusia ASEAN dapat bekerja sama untuk mengoptimalkan pembagian tenaga kerja serta mendorong pemulihan ekonomi dan kemakmuran Asia Timur di masa pascapandemi,” kata Zhou.
Nie Xinyu, seorang pejabat di Dewan Promosi Perdagangan Internasional Komite Guangxi China, mengatakan bahwa Guangxi, yang berada di garis depan pertukaran dan kerja sama China-ASEAN, sedang berupaya membangun dirinya menjadi bagian penting dari beberapa rantai industri, rantai pasokan, dan rantai nilai di wilayah RCEP.
Menanggapi aturan perdagangan dan ekonomi baru RCEP, belum lama ini Guangxi mengumumkan serangkaian kebijakan baru, berupaya untuk mendorong perdagangan barang, mempercepat pembangunan industri lintas perbatasan dan rantai pasokan dengan ASEAN, serta memperdalam investasi dan kerja sama perdagangan jasa.
Berkat pertukaran ekonomi dan perdagangan China-ASEAN dalam beberapa tahun terakhir, TWT Supply Chain Management Co., Ltd. di Guangxi berkembang menjadi penyedia layanan rantai pasokan satu pintu, yang mencakup lebih dari 50 kota di China dan beberapa negara ASEAN. Perusahaan ini akan menyambut lebih banyak peluang bisnis saat perjanjian RCEP mulai berlaku.
Presiden TWT Supply Chain Wang Zhengbo mengatakan bahwa perusahaan itu akan terus mengembangkan pasar ASEAN secara mendalam serta memanfaatkan pasar Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru dengan memperluas impor dan ekspor untuk mencakup lebih banyak kategori.
Untuk mempersiapkan implementasi perjanjian perdagangan tersebut, Kementerian Perdagangan China mengadakan tiga sesi pelatihan RCEP nasional, yang mencakup seluruh kota setingkat prefektur, zona perdagangan bebas percontohan, dan zona pengembangan ekonomi nasional.
Negosiasi RCEP dimulai pada 2012, dan dibutuhkan waktu delapan tahun untuk menandatangani perjanjian itu secara resmi, tetapi perjanjian RCEP membutuhkan waktu kurang dari satu tahun untuk mencapai ambang batas pemberlakuannya.
“Ini sepenuhnya menunjukkan urgensi integrasi ekonomi di Asia Timur dan tekad negara-negara di kawasan untuk menjaga rantai pasokan yang stabil dan aman di masa pascapandemi,” lanjut Zhou dari Universitas Keuangan dan Ekonomi Southwestern. Tren untuk mempertahankan multilateralisme dan perdagangan bebas di sejumlah besar negara tidak dapat diubah, tambahnya. [Xinhua]