Para karyawan bekerja di pabrik manufaktur Great Wall Motors (GWM) di Rayong, Thailand, pada 12 Januari 2024. (Xinhua/Wang Teng)
BANGKOK, 25 Mei (Xinhua) — Sebagai pemimpin global dalam hal manufaktur kendaraan energi baru (new energy vehicle/NEV), China memberikan kontribusi besar dalam perjuangan mengatasi perubahan iklim, dan kapasitas produksi negara tersebut dalam industri pembangunan ramah lingkungan yang sedang berkembang ini masih jauh dari mencapai puncaknya, demikian disampaikan oleh seorang pakar industri otomotif Thailand.
Dalam wawancara dengan Xinhua belum lama ini, Suroj Sangsnit, wakil presiden bidang industri dan pengembangan bisnis di Asosiasi Kendaraan Listrik Thailand (Electric Vehicle Association of Thailand/EVAT), menampik gagasan “kelebihan kapasitas” (overcapacity) di sektor energi baru, dan mengatakan bahwa upaya untuk membatasi peningkatan suhu global masih belum berhasil.
Suroj menambahkan bahwa mengadopsi transportasi nol emisi, seperti NEV, dapat menjadi pendekatan yang hemat biaya dan praktis guna mengatasi perubahan iklim dibandingkan dengan teknologi berkembang lainnya.
Tahun lalu, China mencatatkan peningkatan signifikan dalam adopsi NEV, dengan NEV mencakup sekitar 30 persen dari seluruh penjualan mobil. Lonjakan ini disebabkan oleh pesatnya pembangunan ramah lingkungan di negara itu dan boomingpasar otomotif.
Ketika China menargetkan NEV untuk mencakup 45 persen dari penjualan mobil baru pada 2027 dan secara bertahap menghentikan penggunaan kendaraan bermesin pembakaran internal tua, Suroj menuturkan bahwa kapasitas produksi NEV masih tertinggal dibandingkan permintaan untuk beralih dari bahan bakar fosil ke transportasi berbasis listrik.
Badan Energi Internasional (International Energy Agency/IEA) memproyeksikan bahwa pada 2030, permintaan global untuk NEV akan mencapai 45 juta, atau 4,5 kali lebih tinggi dibandingkan pada 2022.
Suroj memandang para produsen mobil China, yang memanfaatkan keahlian teknologi mereka untuk mendirikan pabrik produksi dan membentuk usaha patungan (joint venture) di luar negeri, sebagai kontributor utama, membawa persaingan, kemajuan teknologi, dan keterjangkauan ke pasar Thailand. Kolaborasi ini juga menciptakan lapangan kerja dan mendorong transfer teknologi ke perusahaan-perusahaan lokal di Thailand.
“Negara-negara harus memprioritaskan kerja sama dibanding proteksionisme bila menyangkut pengembangan industri. Dengan bekerja sama, kita dapat berbagi pengetahuan dan teknologi, sehingga memungkinkan setiap negara mencapai tingkat kemajuan yang sama,” imbuhnya. [Xinhua]