KUNMING – Orang pertama yang muncul di benak Liu Jianwei ketika menemukan sebuah jamur harum yang langka saat survei lapangan baru-baru ini di Provinsi Yunnan adalah mentornya, Yang Zhuliang, alias “Tuan Jamur”.
Liu memotret jamur tersebut dan mengirimkan fotonya kepada Yang. Sang mentor langsung membalas, tak sanggup menahan antusiasmenya. “Ini jamur hantu (ghost pen) harum yang langka!” kata Yang.
Jamur “ghost pen” merupakan jenis jamur bangkai (stinkhorn) beraroma lilac, yang pertama kali ditemukan dan diberi nama oleh ahli mikologi China Zang Mu pada 1980-an. Jenis itu sangat langka ditemukan di alam liar.
“Dulu, kami hanya dapat melihat foto hitam putih dan gambar ilustrasi jamur bangkai di buku-buku,” tutur Yang. Sudah lebih dari 30 tahun sejak jamur itu terakhir kali terlihat.
Dia menginstruksikan kepada para muridnya untuk memisahkan galur (strain) spesimen jamur bangkai itu sesegera mungkin dan melakukan eksperimen budi daya artifisial.
Penemuan ini diharapkan dapat mendorong penelitian lebih lanjut terkait budi daya domestik dari beberapa jenis jamur liar yang dapat dimakan di China, dan memberikan galur beberapa jamur liar layak konsumsi agar dapat dinikmati oleh masyarakat, tutur Yang.
“Saya ingin kelak jamur-jamur itu tersaji di meja para konsumen, sehingga jamur-jamur itu akan punya nilai ekonomi,” imbuh Yang.
Terletak di perbatasan barat daya China, Yunnan dikenal sebagai “kerajaan jamur liar”.
Di seluruh dunia, terdapat lebih dari 2.500 spesies jamur liar yang dapat dikonsumsi. Sekitar 1.000 di antaranya dapat ditemukan di China, dengan 900 spesies jamur liar tumbuh di Yunnan.
Setiap tahun, mulai pertengahan musim panas hingga awal musim gugur, jamur-jamur liar memasuki pasar dan menjadi hidangan lezat yang wajib disantap bagi banyak orang.
Namun, mengingat betapa kompleksnya upaya mengidentifikasi berbagai spesies jamur, setiap tahun beberapa orang meninggal karena mengonsumsi jamur beracun tanpa sengaja. Lebih dari 90 persen kematian terkait racun di dunia disebabkan oleh mengonsumsi jamur dari genus Amanita yang sangat beracun.
Saat ini, 12 spesies jamur Amanita yang sangat beracun telah diidentifikasi di China, sebagian besar dilakukan oleh tim Yang. Di mata ilmuwan berusia 58 tahun tersebut, mempelajari jamur liar yang dapat dikonsumsi memiliki nilai penelitian ilmiah dan juga prospek pasar yang luas.
Selama bertahun-tahun, dia telah berkomitmen untuk menyusun “genealogi” jamur liar. “Hanya ketika kita tahu jamur mana yang aman dikonsumsi dan mana yang beracun maka kita dapat mempertimbangkan pengembangan industrinya,” kata Yang.
Pada 2015, “Atlas Jamur Amanita di China” dipublikasikan, dengan tujuan untuk membantu masyarakat awam mengidentifikasi jamur-jamur beracun.
“Ingatlah dua hal ini, maka sebagian besar jenis jamur beracun akan dapat dihindari. Pertama, jangan mengonsumsi jamur yang tidak Anda kenal. Kedua, hindari jamur yang memiliki ‘topi di kepalanya’, ‘rok di pinggangnya’, dan ‘sepatu di kakinya’,” papar Yang.
Setiap musim jamur, Yang beserta rekan-rekannya di Institut Botani Kunming yang bernaung di bawah Akademi Ilmu Pengetahuan China pergi ke kawasan pedesaan setiap hari bersama para petani setempat, berangkat pagi-pagi sekali dan pulang malam hari.
Berkat upaya mereka, lebih dari 100.000 spesimen jamur telah dikumpulkan dan diawetkan selama bertahun-tahun, dan lebih dari 400 takson jamur baru telah diberi nama dan dipublikasikan.
Studi-studi tersebut tidak hanya memperkaya keragaman dan kekhususan spesies jamur yang telah dikenal di China barat daya, tetapi juga memberikan pedoman teoretis tentang konservasi dan pemanfaatan jamur liar setempat.
“Hanya ketika jamur-jamur itu dilindungi dengan baik maka kita dapat memanfaatkannya secara penuh,” imbuh Yang. [Xinhua]