Presiden China Xi Jinping, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Komite Sentral Partai Komunis China (Communist Party of China/CPC) sekaligus Ketua Komisi Militer Sentral China, menyimak penjelasan tentang budi daya tanaman yang toleran terhadap kekeringan dan alkalinitas di sebuah ladang gandum di Cangzhou, Provinsi Hebei, China utara, pada 11 Mei 2023. (Xinhua/Yan Yan)
SHIJIAZHUANG, 13 Mei (Xinhua) — Berjalan di sebuah ladang gandum hijau di Kota Cangzhou, Provinsi Hebei, China utara, pada Kamis (11/5) pagi waktu setempat, Sekretaris Jenderal Komite Sentral Partai Komunis China (Communist Party of China/CPC) Xi Jinping memeriksa pertumbuhan gandum serta bertanya kepada para petani dan insinyur pertanian mengenai output, harga, kualitas, dan pendapatan dari tanaman tersebut.
Ladang gandum itu bukanlah ladang biasa, karena beberapa tahun yang lalu ladang tersebut hanyalah hamparan tanah tandus yang luas, dengan lapisan garam putih yang muncul di permukaan tanah pada musim gugur. Kini, ladang itu dipenuhi oleh tanaman hijau yang subur dan mampu bertahan hidup dengan curah hujan rendah dan alkalinitas tinggi.
Tanah salin dan alkalin dianggap sebagai “penyakit yang tidak dapat disembuhkan” karena karakteristiknya, yaitu memiliki hasil panen yang rendah. Selain itu, sebagian lahan di Kota Cangzhou telah terkikis oleh salinisasi tanah yang tinggi dan hampir tidak memiliki harapan untuk mendapatkan hasil panen gandum yang besar selama bertahun-tahun.
China memiliki sekitar 100 juta hektare lahan salin-alkali, dengan sekitar 33 juta hektare di antaranya tersedia untuk dimanfaatkan. Mengelola dan memanfaatkan lahan tersebut selalu menjadi hal yang sulit bagi para insinyur pertanian, mengingat lahan itu merupakan sumber daya yang potensial untuk menjaga ketahanan pangan negara.
Dalam inspeksinya, Xi menekankan perlunya memprioritaskan penggunaan lahan salin-alkali secara komprehensif, memanfaatkan peran kunci inovasi ilmiah dan teknologi, memperluas area budi daya tanaman yang sesuai, serta mengembangkan pengolahan produk pertanian secara intensif.
Faktanya, ini bukanlah kali pertama Xi memusatkan perhatian pada tanah salin-alkali. Pada Oktober 2021, ketika mengunjungi Area Demonstrasi Industri Teknologi Tinggi Pertanian di Delta Sungai Kuning dalam sebuah kunjungan inspeksi di Provinsi Shandong, China timur, Xi mengatakan bahwa penggunaan tanah salin-alkali secara komprehensif memiliki signifikansi strategis bagi ketahanan pangan nasional.
Menghabiskan masa kecilnya di Desa Liangjiahe yang dipenuhi lahan berbatu di China barat laut, Xi memahami rasa lapar yang sesungguhnya, sehingga dia bertekad untuk mengamankan pasokan pangan China dengan menggunakan kecanggihan teknologi di bidang pertanian.
Dalam pertemuan “Dua Sesi” 2020, Xi mengenang masa-masa ketika dirinya masih menjadi pemuda berpendidikan di Liangjiahe. “Saya hidup sebagai petani selama enam atau tujuh tahun. Suatu ketika dengan perut kosong, saya bertanya kepada orang-orang di sekitar saya tentang apa yang dianggap sebagai kehidupan yang ideal,” kata Xi.
“Yang pertama, kata mereka, adalah sekam yang cukup untuk dimakan sehingga mereka tidak perlu meminta-minta. Kedua, mereka mendambakan biji-bijian seperti beras sorgum dan tepung jagung, lalu yang ketiga, sebuah mimpi yang tampaknya mustahil untuk diwujudkan pada saat itu, adalah tersedianya nasi dan tepung di atas meja setiap saat, serta daging untuk disantap secara rutin.”
Xi kemudian meminta para petani itu untuk bermimpi lebih besar. “Membawa pikulan emas ke ladang di masa depan,” ujar para petani sambil berkelakar.
“Saya yakin target tersebut juga akan segera tercapai. ‘Pikulan emas’, menurut interpretasi saya, adalah modernisasi pertanian,” kata Xi.
Pengalaman pribadi tersebut menjelaskan mengapa Xi sangat memprioritaskan modernisasi pertanian serta pengembangan teknologi dan ilmu pertanian. Setiap kali dirinya menginspeksi industri pertanian, dia selalu meluangkan waktu untuk berbincang dengan para petani dan insinyur pertanian serta memberikan instruksi.
Tanaman yang Xi amati di Cangzhou merupakan varietas khusus yang toleran terhadap kekeringan dan alkalinitas tinggi. Varietas itu dikembangkan oleh para insinyur pertanian guna meningkatkan hasil panen dan mendongkrak pendapatan para petani.
“Petani harus dapat menggunakan teknologi terbaik untuk membudidayakan biji-bijian berkualitas tinggi,” demikian Xi berulang kali menekankan.
Data menunjukkan bahwa China berhasil menjaga output biji-bijian tahunannya tetap stabil di angka lebih dari 650 juta ton selama beberapa tahun berturut-turut berkat pesatnya perkembangan teknologi dan ilmu pertanian.
Dalam satu dekade terakhir, level kontribusi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian di China meningkat 7 poin persentase menjadi lebih dari 61 persen. [Xinhua]