NANNING, Di sebuah gudang di Kota Nanning, China selatan, puluhan ton produk buah durian yang diimpor dari Malaysia dikemas tak lama setelah tiba di tempat itu, siap untuk dikirim ke seluruh china.
“Itu batchdurian pertama musim dingin ini,” kata Yao Hai, yang berprofesi sebagai pedagang buah antara China dan negara-negara Asia Tenggara.
Dengan semakin populernya buah durian di kalangan konsumen China, bisnis Yao meningkat pesat tahun ini, meskipun ada dampak pandemi COVID-19.
“Dari Maret hingga Mei tahun ini, penjualan produk durian meningkat sepuluh kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu, dan saya rasa momentum ini akan berlanjut di tahun-tahun mendatang,” kata Yao. Dia telah mendapatkan begitu banyak manfaat dari hubungan ekonomi dan perdagangan yang lebih erat antara China dan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), imbuhnya.
Pada Senin (22/11), China dan ASEAN bersama-sama mengumumkan pembentukan kemitraan strategis komprehensif, sebuah langkah yang diharapkan dapat menyuntikkan dorongan baru ke dalam perdamaian, stabilitas, kemakmuran, dan pembangunan kawasan tersebut serta dunia.
Zhou Fangyin, Dekan Fakultas Hubungan Internasional di Universitas Studi Luar Negeri Guangdong, mengatakan China dan ASEAN memiliki kepentingan bersama yang mendalam, dan pembentukan kemitraan strategis komprehensif tersebut akan membantu mendorong pemulihan ekonomi regional pascapandemi.
Tahun lalu, China tetap menjadi mitra dagang terbesar ASEAN selama 12 tahun berturut-turut, sementara ASEAN menjadi mitra dagang terbesar China. Data bea cukai menunjukkan bahwa dari Januari hingga Oktober tahun ini, perdagangan antara China dan ASEAN mencapai 4,55 triliun yuan (1 yuan = Rp2.234), meningkat 20,4 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Investasi dua arah antara China dan ASEAN juga mencatat kemajuan yang signifikan, menurut Deng Xijun, Duta Besar China untuk ASEAN. Hingga akhir Juni tahun ini, total akumulasi investasi bersama mencapai 310 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp14.272).
Pertumbuhan perdagangan dan investasi yang kuat tersebut terjadi terlepas dari adanya dampak pandemi COVID-19. Pada KTT Khusus China-ASEAN untuk Memperingati 30 Tahun Hubungan Dialog China-ASEAN yang diadakan Senin lalu, China berjanji untuk memberikan bantuan pembangunan tambahan senilai 1,5 miliar dolar AS dalam tiga tahun ke depan guna mendukung perjuangan negara-negara ASEAN melawan COVID-19 dan mendorong pemulihan ekonomi.
Para pakar meyakini bahwa Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra (Belt and Road Initiative/BRI) telah berkontribusi besar terhadap pertumbuhan berkelanjutan bagi China dan ASEAN. Inisiatif yang diprakarsai China tersebut berkembang menjadi platform kerja sama internasional terbesar di dunia, dengan 141 negara dan 32 organisasi internasional menandatangani dokumen kerja sama yang relevan dengan China, termasuk semua negara ASEAN.
Dalam beberapa tahun terakhir, kedua pihak mencatat kerja sama yang semakin mendalam di sejumlah sektor ekonomi baru seperti teknologi tinggi, ekonomi digital, dan ekonomi hijau.
Pada KTT tersebut, China mengusulkan peluncuran Program Peningkatan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Inovasi China-ASEAN, yang akan menyediakan 1.000 itemteknologi canggih dan dapat diterapkan ke ASEAN serta mendukung program bagi 300 ilmuwan muda dari ASEAN untuk datang ke China dalam program pertukaran selama lima tahun ke depan.
Outhay, seorang ilmuwan muda Laos, merasakan manfaat dari pertukaran ilmu pengetahuan dan teknologi antara kedua belah pihak.
“Apa yang saya pelajari di China sangatlah berguna. Saya berkesempatan menjajal peralatan perlindungan lingkungan yang canggih dan mempelajari metode pengolahan limbah saluran pembuangan di pedesaan, yang akan berguna ketika saya kembali ke Laos,” kata Outhay. Dia menambahkan, kedua belah pihak memiliki kepentingan untuk mengembangkan dan bertukar teknologi terkait lingkungan.
Pameran China-ASEAN dan KTT Bisnis dan Investasi China-ASEAN, yang telah digelar selama 18 tahun berturut-turut, berfungsi sebagai platform penting untuk kerja sama komprehensif antara kedua belah pihak.
“Pembentukan kemitraan strategis komprehensif memberikan peluang berharga bagi kami untuk meningkatkan Pameran China-ASEAN agar dapat melayani kerja sama antara kedua belah pihak dan pembangunan BRI dengan lebih baik lagi,” ujar Wang Lei, sekretaris jenderal sekretariat pameran tersebut.
Diprakarsai oleh 10 negara ASEAN untuk membentuk pasar terpadu dengan memangkas hambatan tarif dan nontarif, RCEP akan mulai berlaku pada 1 Januari 2022, dan lebih dari 90 persen perdagangan barang dagangan di kawasan itu pada akhirnya akan dikenai tarif nol.
RCEP mencakup 10 anggota ASEAN, China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru. Total populasi, Produk Domestik Bruto (PDB), dan perdagangan dari 15 negara tersebut secara keseluruhan mencakup sekitar 30 persen dari total dunia.
RCEP sangat bermanfaat dalam mengurangi dan menghilangkan hambatan perdagangan, menciptakan pasar bersama terbesar di dunia, yang memungkinkan barang dan jasa diperdagangkan dengan lebih bebas, sehingga mempercepat pemulihan ekonomi regional dan dunia, kata Oh Ei Sun, senior fellowdi Institut Hubungan Internasional Singapura. [Xinhua]