Utang global naik 28 poin persentase menjadi 256 persen dari PDB pada 2020, yang merupakan lonjakan utang satu tahun terbesar sejak Perang Dunia II, menurut IMF.
WASHINGTON, Utang global melonjak ke rekor 226 triliun dolar AS (1 dolar AS = Rp14.337) pada 2020 di saat dunia dilanda pandemi COVID-19 dan mengalami resesi yang dalam, seperti disampaikan Dana Moneter Internasional (IMF) pada Rabu (15/12).
Utang global naik 28 poin persentase menjadi 256 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2020, yang merupakan lonjakan utang satu tahun terbesar sejak Perang Dunia II, tulis Vitor Gaspar, Direktur Departemen Urusan Fiskal IMF, dalam unggahan blog bersama rekan-rekannya, mengutip angka dari Basis Data Utang Global terbaru IMF.
Peningkatan utang terlihat sangat mencolok pada negara-negara maju, dengan utang publik meroket dari sekitar 70 persen dari PDB pada 2007 menjadi 124 persen dari PDB pada 2020. Sementara itu, utang swasta naik dengan kecepatan yang lebih moderat, yakni dari 164 persen menjadi 178 persen dari PDB pada periode yang sama, menurut IMF.
Para pejabat IMF menekankan bahwa tantangan penting bagi para pembuat kebijakan adalah untuk “melakukan campuran yang tepat antara kebijakan fiskal dan moneter dalam lingkungan utang yang tinggi dan inflasi yang meningkat,” di saat lonjakan utang memperparah kerentanan.
“Risiko-risiko tersebut akan semakin besar jika suku bunga global naik lebih cepat dari yang diperkirakan dan pertumbuhan melambat. Pengetatan kondisi keuangan yang signifikan akan meningkatkan tekanan pada pemerintah, rumah tangga, dan perusahaan yang paling banyak memiliki utang,” kata mereka.
Para pejabat IMF menyarankan agar beberapa negara, terutama yang memiliki kebutuhan pembiayaan bruto yang tinggi atau eksposur terhadap volatilitas nilai tukar, mungkin perlu menyesuaikan lebih cepat untuk menjaga kepercayaan pasar dan mencegah tekanan fiskal yang lebih merugikan.

Selain itu, pandemi dan kesenjangan pembiayaan global menuntut kerja sama dan dukungan internasional yang kuat dan efektif bagi negara-negara berkembang, catat mereka.
Peringatan para pejabat IMF itu muncul ketika Federal Reserve Amerika Serikat pada Rabu malam waktu setempat diperkirakan akan mengumumkan bahwa bank sentral AS itu akan mempercepat pengurangan pembelian aset dan mulai menaikkan suku bunga pada 2022, yang dapat mendorong biaya pinjaman global di tahun-tahun mendatang.
Sejak bulan lalu, The Fed mulai mengurangi program pembelian aset bulanannya, yang berjumlah 120 miliar dolar AS, sebesar 15 miliar dolar AS. Pada laju ini, The Fed akan mengakhiri pembelian asetnya pada Juni tahun depan. Namun, beberapa pejabat The Fed dan ekonom mendesak bank sentral itu untuk mempercepat laju pengurangan stimulus (tapering) guna memberikan lebih banyak kelonggaran untuk menaikkan suku bunga lebih cepat di tengah tekanan inflasi.
Lebih dari separuh ekonom dalam survei Bloomberg yang dirilis pada Senin (13/12) memperkirakan The Fed akan menggandakan laju tapering menjadi 30 miliar dolar AS per bulan, yang dimulai pada Januari dan berakhir pada Maret. [Xinhua]