Foto yang diabadikan pada 6 April 2021 ini menunjukkan tampilan eksterior kantor pusat Dana Moneter Internasional (IMF) di Washington DC, Amerika Serikat. (Xinhua/Ting Shen)
Pemerintah menghadapi “trilema kebijakan” antara mewujudkan target iklim, keberlanjutan fiskal, dan fisibilitas politik, kata IMF saat merilis sebuah bab dari laporan Fiscal Monitor terbaru, seraya menyerukan agar pemerintah mengambil tindakan yang berani, cepat, dan terkoordinasi, serta menemukan perpaduan yang optimal antara langkah-langkah mitigasi berbasis pendapatan dan pengeluaran.
WASHINGTON, 2 Oktober (Xinhua) — Dana Moneter Internasional (IMF) pada Senin (2/10) menyampaikan bahwa sektor swasta perlu memberikan kontribusi signifikan terhadap kebutuhan investasi iklim yang besar untuk perekonomian-perekonomian berkembang dan emerging market.
Mencapai transisi menuju emisi nol bersih (net-zero) pada 2050 memerlukan investasi mitigasi iklim yang substansial di perekonomian-perekonomian berkembang dan emerging market, yang saat ini menghasilkan sekitar dua pertiga gas rumah kaca, kata IMF dalam sebuah blog, saat merilis sebuah bab dari Laporan Stabilitas Keuangan Global (Global Financial Stability Report) edisi terbaru.
Negara-negara ini akan membutuhkan dana sekitar 2 triliun dolar AS (1 dolar AS = Rp15.519) per tahun hingga 2030 untuk mencapai target ambisius tersebut, menurut Badan Energi Internasional (International Energy Agency). Angka tersebut lima kali lebih tinggi dibanding investasi iklim saat ini yang direncanakan selama tujuh tahun ke depan, yang sebesar 400 miliar dolar AS, imbuh laporan itu.
Memproyeksikan pertumbuhan investasi publik akan terbatas, IMF menuturkan bahwa sektor swasta perlu memasok sekitar 80 persen dari investasi yang dibutuhkan, dan persentase ini naik menjadi 90 persen jika China tidak diikutsertakan.
Laporan itu menyatakan bahwa kombinasi kebijakan yang ekstensif diperlukan untuk menciptakan lingkungan investasi yang atraktif dan memfasilitasi pendanaan iklim swasta yang diperlukan di perekonomian-perekonomian berkembang dan emerging market.
Dalam blog lainnya yang juga dipublikasikan pada Senin, IMF mengatakan semua negara harus mengatasi pemanasan global sembari menjaga agar utang tetap terkendali. IMF berpendapat bahwa mengelola transisi iklim memerlukan “langkah penyeimbangan fiskal” dengan rangkaian kebijakan yang tepat.
Pemerintah menghadapi “trilema kebijakan” antara mewujudkan target iklim, keberlanjutan fiskal, dan fisibilitas politik, kata IMF saat merilis sebuah bab dari laporan Fiscal Monitor terbaru, seraya menyerukan agar pemerintah mengambil tindakan yang berani, cepat, dan terkoordinasi, serta menemukan perpaduan yang optimal antara langkah-langkah mitigasi berbasis pendapatan dan pengeluaran.
Kendati tidak ada satu pun langkah yang dapat sepenuhnya mewujudkan target iklim, penetapan harga karbon (carbon pricing) tetap dibutuhkan meskipun tidak selalu memadai untuk mengurangi emisi, papar laporan tersebut.
Sebuah usulan yang pragmatis dan adil menyerukan adanya batas terendah untuk harga karbon internasional, yang dibedakan antara negara-negara dengan level pembangunan ekonomi yang berbeda, imbuh laporan tersebut, menambahkan bahwa sebagian pendapatan karbon terkait dapat didistribusikan antarnegara guna memfasilitasi transisi hijau.
Transisi yang adil juga memerlukan transfer fiskal yang kuat ke rumah tangga, pekerja, dan komunitas yang rentan, lanjut laporan tersebut.
IMF juga menyerukan kepada para pembuat kebijakan untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran serta membangun kapasitas yang lebih besar guna meningkatkan pendapatan pajak dengan memperluas basis pajak dan menyempurnakan institusi fiskal untuk menangani beragam tantangan fiskal.
“Tidak ada satu pun negara yang dapat mengatasi ancaman iklim sendirian. Sektor publik juga tidak dapat bertindak sendirian. Sektor swasta harus memenuhi sebagian besar kebutuhan pendanaan iklim,” kata IMF. [Xinhua]