Wisatawan mengunjungi Spice Bazaar di Istanbul, Turkiye, pada 31 Oktober 2024. Didirikan pada tahun 1660-an, Spice Bazaar masih menjadi salah satu kompleks perbelanjaan dan objek wisata paling ikonik di Istanbul. (Xinhua/Liu Lei)
ISTANBUL, 8 November (Xinhua) — Ugur Eroglu, manajer penjualan di Egece Metal, sebuah perusahaan Turkiye dengan 64 karyawan kerah biru di Istanbul, mengatakan bahwa kaum muda Turkiye tidak terlalu tertarik dengan pekerjaan kerah biru dalam beberapa tahun terakhir, dan lebih memilih pekerjaan dengan status yang lebih tinggi.
Selama lima tahun terakhir, setidaknya 90 persen lamaran pekerjaan yang masuk ke perusahaannya berasal dari pelamar asing, dengan hanya sekitar 10 persen dari pelamar lokal, katanya.
“Saat ini, sekitar 40 persen dari tenaga kerja kami adalah pekerja asing, sebagian besar dari Suriah, Afghanistan, dan warga negara lain yang tinggal di Turkiye,” kata Eroglu kepada Xinhua pada Selasa (5/11).
“Industri Turkiye harus bergantung pada pekerja asing untuk menjaga agar produksi tetap berjalan, terlepas dari beban tambahan yang harus ditanggung perusahaan, seperti mendapatkan izin kerja individual dan menyediakan tempat tinggal di asrama atau akomodasi massal,” imbuhnya.
Turkiye sedang menghadapi krisis tenaga kerja yang terus meningkat di berbagai sektor, menciptakan tantangan produksi terlepas dari gaji yang tinggi dan membuat banyak industri bergantung pada pekerja asing untuk mengisi kekosongan tersebut.
Gaji di berbagai sektor di Turkiye naik drastis demi menarik pekerja lokal yang berkualitas, menurut sebuah artikel pada 5 November di memurlar.net, platform berita daring yang berfokus pada pekerja publik.
Operator derek di sektor konstruksi bisa mendapatkan gaji lebih dari 120.000 lira Turkiye (1 lira Turkiye = Rp456) per bulan, sementara pekerja form-iron-plasterdapat menghasilkan hingga 80.000 lira Turkiye. Di sektor tekstil, penyetrika yang terampil bisa mendapatkan 2-3 kali lipat dari upah bulanan minimum sebesar 17.002 lira Turkiye, dan di industri berat, pekerja yang berpengalaman bisa mendapatkan antara 70.000-80.000 lira Turkiye.
Orang-orang berbelanja di sebuah pasar lokal di Ankara, Turkiye, pada 3 September 2024. (Xinhua/Mustafa Kaya)
Namun, terlepas dari gaji yang tinggi, sektor-sektor ini masih kesulitan untuk menarik pekerja Turkiye.
Muberra Eresin, Presiden Asosiasi Pengusaha Perhotelan Turkiye, menyoroti bahwa tantangan terbesar di sektor perhotelan, yang mempekerjakan lebih dari 1,7 juta orang, adalah krisis tenaga kerja terampil.
Meskipun ada sekitar 22.000 pekerja asing di sektor ini, permintaan sebenarnya adalah sekitar 100.000 pekerja. Eresin menyampaikan saran bahwa mengizinkan mahasiswa asing untuk bekerja paruh waktu dapat membantu mengatasi kesenjangan tersebut.
Ahmet Eyyupoglu, anggota dewan Serikat Kamar Dagang Pertanian Turkiye, mengungkapkan bahwa warga Suriah dan Afghanistan saat ini mewakili 80 persen dari tenaga kerja di sektor pertanian Turkiye, khususnya dalam pekerjaan penggembala.
Saat berbicara kepada wartawan pada Selasa, dia memperingatkan bahwa jika para pekerja asing ini pergi, sektor peternakan di negara itu terancam runtuh.
Presiden Majelis Pengekspor Turkiye Mustafa Gultepe menekankan perlunya kolaborasi dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Jaminan Sosial Turkiye, karena semakin banyak pemimpin industri mempertimbangkan untuk mengimpor pekerja guna menopang produksi.
“Setiap negara dan sektor memiliki karakteristik dan kebutuhan yang unik dalam hal impor tenaga kerja, dan keputusan harus didasarkan pada analisis menyeluruh,” kata Gultepe kepada para wartawan pada Selasa. [Xinhua]