WASHINGTON – Bagi banyak perusahaan asal Amerika Serikat (AS) dan perusahaan multinasional lainnya, mereka tidak ingin kehilangan China yang masih menjadi pasar yang menguntungkan, terutama mengingat data ekonomi China yang kuat pada kuartal kedua (Q2), menurut sebuah laporan terbaru CNN.
Pada Q2, Produk Domestik Bruto (PDB) China tumbuh 7,9 persen secara tahunan (year on year), menyusul pertumbuhan 18,3 persen pada Q1, saat permintaan domestik dan luar negeri yang kuat mendorong pemulihan dari basis yang rendah pada awal 2020 akibat hantaman COVID-19.
“Kesimpulannya, aktivitas di China tetap kuat (pada kuartal kedua),” tutur Julian Evans-Pritchard, ahli ekonomi China senior di Capital Economics, seperti dilansir CNN.
Mengingat ukuran basis konsumen China dan laju pertumbuhannya yang berkelanjutan, bagi banyak entitas asing, China “menjadi peluang yang terlalu besar untuk dilewatkan,” kata CNN.
Produsen jin asal AS, Levi Strauss, melaporkan bahwa pendapatan di China pada Q2 tercatat tiga persen lebih tinggi dari periode yang sama pada 2019, menurut pengumuman pendapatan perusahaan itu sebelumnya pada bulan ini.
“Sebagai salah satu peluang pertumbuhan terbesar kami, Levi Strauss tetap fokus dalam mempertahankan momentum ini,” ujar CEO Chip Bergh seperti dilansir CNN. Dalam pertemuan dengan para analis pekan lalu, CEO PepsiCo Ramon Laguarta mengaitkan kekuatan bisnis perusahaan itu di China dengan kuatnya pemulihan ekonomi negara tersebut setelah COVID-19. [Xinhua]