Foto yang diabadikan pada 20 April 2022 ini memperlihatkan kantor pusat Bank Dunia di Washington DC, Amerika Serikat. (Xinhua/Liu Jie)
Para investor memperkirakan bank-bank sentral akan menaikkan suku bunga kebijakan moneter global hingga hampir 4 persen sepanjang 2023, kenaikan lebih dari 2 poin persentase dari rata-rata tahun 2021, menurut sebuah studi.
“Jika ini disertai dengan tekanan pasar keuangan, pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) global akan melambat menjadi 0,5 persen pada 2023, kontraksi 0,4 persen dalam hal per kapita yang akan memenuhi definisi teknis dari resesi global,” kata studi tersebut.
WASHINGTON, 15 September (Xinhua) — Di saat bank sentral di seluruh dunia secara serentak menaikkan suku bunga mereka sebagai respons terhadap inflasi, dunia mungkin bergerak menuju resesi global pada 2023, demikian Bank Dunia memperingatkan pada Kamis (15/9).
Bank-bank sentral di seluruh dunia telah menaikkan suku bunga tahun ini dengan tingkat sinkronisitas yang belum pernah terlihat dalam lima dekade terakhir, sebuah tren yang kemungkinan akan berlanjut hingga tahun depan, kata Bank Dunia dalam sebuah studi terbaru.
Namun, lintasan kenaikan suku bunga yang diperkirakan saat ini dan langkah kebijakan lainnya mungkin tidak cukup untuk membawa inflasi global kembali ke tingkat sebelum pandemi, menurut penelitian tersebut.
Para investor memperkirakan bank-bank sentral akan menaikkan suku bunga kebijakan moneter global hingga hampir 4 persen sepanjang 2023, kenaikan lebih dari 2 poin persentase dari rata-rata tahun 2021, ungkap studi itu.
“Jika ini disertai dengan tekanan pasar keuangan, pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) global akan melambat menjadi 0,5 persen pada 2023, kontraksi 0,4 persen dalam hal per kapita yang akan memenuhi definisi teknis dari resesi global,” kata studi tersebut.
Ayhan Kose, Pelaksana Tugas Wakil Presiden Bank Dunia untuk Pertumbuhan berkeadilan, Keuangan, dan Institusi, menilai bahwa kenaikan suku bunga yang sangat sinkron di berbagai negara dapat membuat mereka “saling memperparah” dalam memperketat kondisi keuangan dan mempertajam perlambatan pertumbuhan global.
“Para pembuat kebijakan di perekonomian emerging marketdan berkembang harus siap mengelola potensi dampak dari pengetatan kebijakan yang sinkron secara global ini,” ujar Kose.
Foto yang diabadikan di Arlington, Virginia, Amerika Serikat, pada 7 April 2021 ini menunjukkan layar yang menampilkan Presiden Grup Bank Dunia David Malpass saat berbicara dalam konferensi pers virtual di Washington DC pada pertemuan musim semi Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia. (Xinhua/Liu Jie)
Serangkaian krisis keuangan di pasar negara-negara emerging marketdan perekonomian berkembang dapat merugikan mereka dalam jangka panjang, menurut studi tersebut.
“Kekhawatiran mendalam saya adalah bahwa tren ini akan bertahan, dengan konsekuensi jangka panjang yang menghancurkan masyarakat di perekonomianemerging marketdan berkembang,” kata Presiden Bank Dunia David Malpass.
“Untuk mencapai tingkat inflasi yang rendah, stabilitas mata uang, dan pertumbuhan yang lebih cepat, para pembuat kebijakan dapat mengalihkan fokus mereka dari mengurangi konsumsi ke meningkatkan produksi,” tutur Malpass.
“Kebijakan harus bertujuan menghasilkan investasi tambahan dan meningkatkan produktivitas serta alokasi modal, yang sangat penting bagi pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan,” imbuh Malpass. [Xinhua]