BEIJING – Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian pada Kamis (15/4) mendesak Jepang untuk bekerja sama dengan negara-negara terkait, termasuk China dan Korea Selatan (Korsel), dalam melakukan penilaian terhadap air limbah radioaktif Fukushima.
Seraya menyampaikan dalam jumpa pers hariannya bahwa dialog urusan maritim China-Korsel pertama dan pertemuan mekanisme kerja sama telah digelar pada Rabu (14/4), Zhao mengatakan China dan Korsel mendesak Jepang untuk secara hati-hati menangani masalah air limbah radioaktif Fukushima berdasarkan konsultasi penuh dengan lembaga-lembaga internasional dan negara-negara tetangganya, serta partisipasi substantif dari negara-negara terkait dan organisasi internasional.
“Ini adalah posisi bersama China dan Korsel,” ujar Zhao.
Sungguh egois, kata Zhao, bahwa Jepang secara sembrono dan sepihak memutuskan untuk membuang air limbah nuklir ke laut dan mengalihkan beban serta risiko kepada pihak lain dengan mengabaikan keselamatan dan kepentingan komunitas internasional, khususnya para tetangganya di Asia.
“Demi melindungi kesehatan rakyat mereka sendiri dan lingkungan laut internasional, China dan Korsel, sebagai tetangga dekat Jepang sekaligus pihak yang memiliki kepentingan, mengungkapkan keprihatinan besar dan kekecewaan mendalam. Sikap ini sepenuhnya wajar dan sudah sepatutnya,” tutur Zhao.
Mengutip statistik sepihak dari Jepang, negara tersebut mengklaim bahwa air limbah nuklir ini tidak berbahaya. “Hal ini sama sekali tidak meyakinkan,” kata Zhao, menambahkan bahwa ada banyak laporan dan kesaksian yang mengindikasikan Tokyo Electric Power Company, yang mengoperasikan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi, telah memanipulasi data dan menutupi kebenaran.
“Dengan catatan yang buruk ini, apakah data dari Jepang yang tidak melibatkan partisipasi, penilaian serta pengawasan pihak ketiga yang substantif oleh lembaga internasional dan lainnya benar-benar dapat diandalkan?” tanya Zhao. Dia menambahkan bahwa menurut lembaga penelitian ilmiah kelautan Jerman, dengan arus terkuat di dunia di sepanjang pantai Fukushima, bahan radioaktif dapat menyebar ke sebagian besar Samudra Pasifik dalam waktu 57 hari sejak dilepaskan, dan mencapai seluruh lautan global dalam satu dekade.
“Beberapa politisi Jepang bahkan berupaya keras untuk membuktikan bahwa air limbah nuklir ini aman, jika demikian maka mereka seharusnya menggunakan air tersebut untuk minum, memasak, mencuci, dan irigasi, lalu menjamin bahwa makanan laut tidak akan terkontaminasi, dan menerima saran dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA) serta membentuk kelompok kerja teknis dengan negara-negara terkait termasuk China dan Korsel untuk membuat penilaian,” ungkap Zhao.
Meski di satu sisi mendukung Jepang, di sisi lain Amerika Serikat (AS) justru melarang impor beras dan ikan dari Jepang, ujar Zhao, menambahkan bahwa karena alasan kekhawatiran kesehatan masyarakat yang terkait dengan radiasi dan kontaminasi nuklir, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Food and Drug Administration/FDA) AS telah meningkatkan pengawasan terhadap produk-produk asal Jepang yang diregulasinya.
“Bagaimana Jepang menjelaskan soal kebijakan AS ini?” imbuh Zhao. [Xinhua]