NEW YORK – Amerika Serikat (AS) tertinggal dari banyak negara lain dalam penggunaan alat penting pengurutan gen untuk melacak varian COVID-19, sehingga meningkatkan risiko suatu varian kemungkinan menyebar tanpa terdeteksi, seperti dilansir USA TODAY pada Rabu (7/4).
AS menempati peringkat ke-33 di dunia tahun ini untuk tingkat pengurutannya, berada di antara Burkina Faso dan Zimbabwe, menurut sebuah laboratorium genomik COVID-19 yang dipimpin oleh para peneliti dari Universitas Harvard dan Institut Teknologi Massachusetts.
Tiga negara teratas adalah Islandia, Australia, dan Selandia Baru, yang tingkat pengurutannya 55-95 kali lebih tinggi.
Pengurutan terjadi ketika tes virus corona dilakukan. Jika hasilnya positif, sampel dapat dikirim ke lab lain untuk diurutkan, terutama ketika seseorang pernah terjangkit COVID-19 sebelumnya atau telah divaksinasi. “Ini memberikan kode genetik sebuah virus, memberi para ilmuwan sebuah peta yang akurat tentang cara mengalahkannya,” kata laporan itu.
“Untuk alasan yang tidak diungkapkan, hasil pengurutan di AS hanya diberikan kepada para peneliti, bukan mereka yang menjalani tes,” menurut laporan itu.
Sampai saat ini, hanya sebagian kecil sampel di AS yang diurutkan. Saat ini, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention/CDC) mengeluarkan tambahan 200 juta dolar AS (1 dolar AS = Rp14.513) untuk pengurutan, mempercepat laju pengujian yang dimulai pada pertengahan Februari.
Meskipun CDC berusaha mengurutkan sedikitnya 7.000 sampel tes positif dalam sepekan, sekitar 2 persen dari kasus baru, beberapa pihak berpendapat masih diperlukan pengurutan yang lebih banyak. Pasalnya, tingkat 2 persen itu bisa berarti tidak dapat menangkap varian baru lebih cepat, papar laporan itu. [Xinhua]