Dinigeer Yilamujiang, seorang atlet ski lintas alam (cross-country skiing) yang berasal dari Daerah Otonom Uighur Xinjiang, China barat laut, menyalakan kaldron Olimpiade di National Stadium yang juga dikenal sebagai Bird’s Nest pada Jumat malam. Dia mengatakan bahwa momen itu akan memotivasinya setiap hari sepanjang hidupnya.
oleh penulis olahraga Dong Yixing, Ma Kai, dan Lu Xingji
BEIJING, 6 Februari (Xinhua) — Sebelum Jumat (4/2) malam, Dinigeer Yilamujiang merupakan sosok yang asing bagi kebanyakan orang di luar dunia ski lintas alam (cross-country skiing). Namun, perempuan China berusia 20 tahun itu menjadi pusat perhatian ketika dia menyalakan kaldron raksasa berbentuk kepingan salju bersama dengan Zhao Jiawen pada upacara pembukaan Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022.
“Momen itu akan memotivasi saya setiap hari sepanjang hidup saya,” kata Dinigeer kepada Xinhua pada Minggu (6/2).
“Saya sungguh gembira saat mengetahui bahwa kami akan meletakkan obor. Ini kehormatan besar bagi saya!”
Para pembawa obor terakhir, masing-masing mewakili satu dekade kelahiran sejak 1950-an, membawa obor Olimpiade mengelilingi stadion sebelum api kaldron dinyalakan.
Dinigeer dan atlet kombinasi Nordik Zhao, mewakili tahun 2000-an, menerima obor dari pendahulu olahraga musim dingin mereka, yang melambangkan pewarisan tradisi olahraga dan semangat Olimpiade lintas generasi.
“(Dinigeer) sangat pantas untuk ambil bagian dalam estafet obor, dan saya pikir konsep melibatkan semua generasi (di upacara pembukaan) sangatlah bagus. Menurut saya, itu konsep yang indah,” kata Mark Adams, juru bicara Komite Olimpiade Internasional (IOC).
Lahir di Prefektur Altay, Daerah Otonom Uighur Xinjiang, China barat laut, pada 2001, Dinigeer tampaknya memiliki ikatan alami dengan salju.
Pada 2005, lukisan gua yang menunjukkan orang-orang Altay berburu dengan ski menggunakan tongkat ditemukan, yang oleh para arkeolog diperkirakan berusia lebih dari 10.000 tahun. Sejak itu, Altay diakui oleh banyak orang sebagai salah satu tempat kelahiran ski manusia.
Kondisi geografis dan iklim yang unik di Altay membuat ski menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat setempat. Pada awal 1980-an, banyak atlet ski alpen dan ski lintas alam dari wilayah Altay mulai mewakili China dalam kompetisi internasional.
Ayah Dinigeer, Yilamujiang Miraj, juga merupakan atlet ski lintas alam yang pernah menempati posisi ketiga dalam kompetisi ski lintas alam nasional pada 1993.
Mengikuti jejak ayahnya, Dinigeer mulai menekuni ski lintas alam pada usia 10 tahun ketika sebuah tim pemuda beranggotakan 20 orang dibentuk pada 2010 dan dilatih oleh ayahnya.
Tempat latihan mereka berada di perbukitan di luar kota. Sebelum setiap sesi, Dinigeer dan rekan-rekan satu timnya akan berbaris, bergerak selangkah demi selangkah untuk memadatkan salju di lintasan. Di wilayah di mana hujan salju dapat menimbulkan timbunan salju setebal satu meter, mereka sering kali harus menghabiskan tujuh hingga delapan jam untuk menekan salju dan membiarkan lintasannya membeku dalam semalam untuk dipakai berlatih keesokan harinya.
Membahas pengalaman bermain ski putrinya, Roxan Hatibaji pada awalnya tidak setuju dengan cita-citanya, dan bahkan kesal pada suaminya karena “satu pemain ski lintas alam di keluarga kami sudah lebih dari cukup.”
Akan tetapi, Dinigeer menjadi semakin terobsesi dengan olahraga tersebut. Ketika anak perempuan lain seumurannya masih menangis karena jatuh, Dinigeer akan berdiri dan bergerak maju, radang dingin dan memar tidak menyurutkan semangatnya.
Kecintaan dan semangat Dinigeer terhadap ski lintas alam meyakinkan ibunya sepenuhnya. “Saya melihatnya berkompetisi lagi dan lagi dengan wajah tersenyum, lalu saya mengerti betapa dia sangat menyukai ski sebagai karier,” kata Hatibaji.
Terlepas dari pengalaman bermain ski lintas alam sebelumnya dengan tim junior, Dinigeer baru menjadi atlet profesional pada 2017, ketika dia beralih dari atletik untuk bergabung dengan tim ski lintas alam nasional.
“Sangat sulit bagi seorang atlet untuk beralih dari satu olahraga ke olahraga lainnya,” kata Fu Yong, pelatih kepala tim ski lintas alam Xinjiang. “Belum lagi dia beralih ke olahraga yang sangat berbeda, dari rumput hijau ke salju putih.”
Beijing memenangkan hak untuk menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin 2022 pada 2015, memicu antusiasme yang sangat besar di kalangan warga China terhadap olahraga musim dingin.
Mengandalkan salju berkualitas tinggi dan musim salju yang sangat panjang yang berlangsung dari November hingga Mei tahun depannya, kampung halaman Dinigeer membangun banyak resor ski internasional, secara bertahap menjadi tujuan para pemain ski dan snowboarddari dalam dan luar negeri.
Terletak 18 kilometer di sebelah timur wilayah Koktokay, Resor Ski Internasional Koktokay berada di antara ketinggian 1.821 hingga 3.041 meter dan memiliki berbagai lintasan sepanjang 28 kilometer.
Resor Ski Jiangjunshan menjadi rumah bagi banyak siswa sekolah sejak musim 2014. Hanya 10 menit berkendara dari pusat kota Altay, anak-anak dapat mengikuti kelas olahraga mereka di resor tersebut secara gratis.
Dinigeer juga membuat kemajuan yang signifikan.
Dalam tiga Kejuaraan Dunia Junior dari 2019 hingga 2021, Dinigeer dua kali finis di 10 besar pada nomor 5 km, tepatnya urutan kelima pada 2020 dan keenam pada 2021. Pada Maret 2019, dia finis kedua di legpembuka dari three-leg sprintputri di Beijing untuk menjadi atlet China pertama yang meraih medali dalam olahraga itu di kejuaraan Federasi Ski Internasional (FIS) mana pun.
Meningkatnya populasi ski di Xinjiang juga berkontribusi pada bertambahnya atlet Xinjiang di Olimpiade Musim Dingin, dari empat di PyeongChang 2018 menjadi enam di Beijing 2022, dengan Dinigeer salah satunya.
“Harapan kami untuk Dinigeer di Olimpiade Musim Dingin Beijing adalah dapat menunjukkan penampilan terbaiknya dan mencapai apa yang telah dia usahakan sendiri,” kata Hatibaji. “Saya harap dia cepat kembali ke rumah sehingga saya bisa membuat hidangan favoritnya dan membiarkannya beristirahat dengan baik.”
Kurang dari 20 jam setelah menyalakan kaldron Olimpiade, Dinigeer berkompetisi di skiathlon 7,5 km + 7,5 km putri, perebutan medali emas pertama di Beijing 2022.
Meski hanya finis di urutan ke-43 dengan catatan waktu 50 menit 10,7 detik, Dinigeer tetap membanggakan keluarganya sebagai salah satu dari dua pembawa obor terakhir di upacara pembukaan Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022.
“Kami semua mencarinya ketika kontingen China muncul dalam upacara pembukaan,” kata sepupu Dinigeer, Xerin Turhunjan.
“Semua anggota keluarga kami sangat gembira dan terkejut. Ibunya menangis. Seluruh keluarga sangat bangga kepadanya.” Selesai