Hanya selang beberapa minggu setelah di release pada tahun baru Imlek 2567 (29/1/2025) film “China” Ne Zha-2 langsung menggebrak dengan memecahkan rekor Box Office sejak hari pertama, melampaui film terlaris era pandemi seperti Spider-Man: No Way Home, dan menjadikannya film animasi terlaris sepanjang masa.
Film Tiongkok tersebut mencapai apa yang mungkin menjadi tonggak sejarah Box Office dunia karena Ne Zha-2 telah meraup hasil +/- USD $ 2 miliar di seluruh dunia pada akhir pekan ini, dimana USD $ 1,9 Miliar berasal dari pertunjukan di Tiongkok. Film ini juga akan melampaui beberapa film terlaris dunia lainnya seperti global Star Wars: Episode VII – The Force Awakens dan Avengers: Infinity War.
Diproduksi dengan anggaran USD $ 80 juta (+/- Rp 1,5 Triliun) dengan kurs Rupiah Rp.16.500 per 1 US Dollar. Film Ne Zha-2 menjadi film non-Hollywood dan non-berbahasa Inggris pertama yang melampaui tonggak Sejarah raihan USD $ 2 miliar (+/- Rp. 33 Triliun) secara global. Film tersebut tidak butuh waktu yang lama untuk melampaui perolehan film-film terlaris animasi lainnya, termasuk film animasi Inside Out 2 yang hanya meraup USD $1.7 Miliar sebagai film animasi terlaris sejauh ini di kancah global. Dengan modal produksi USD $ 80 juta (+/- 1,5 Triliun Rupiah) dan memperoleh hasil +/- USD $ 2 Miliar (+/- 33 Triliun Rupiah) dapat dikatakan bahwa bisnis di dunia film merupakan bisnis yang paling prospective karena mampu menghasilkan pendapatan 22 kali lipat dari modal produksinya. Bagaimana dengan di Indonesia ??
Berdasarkan data yang pernah dipublikasikan, Film-film Top Box Office indonesia antara lain : film horror KKN di desa Penari (2022) merupakan satu-satunya film Indonesia yang mampu meraih +/- 10 juta penonton, diikuti film komedi Agak Laen (2024) yang mampu menghasilkan +/- 9,1 juta penonton, kemudian film Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss ! part 1 (2016) meraih +/- 6,9 juta penonton, lalu Film horror Pengabdi setan 2 (2022) meraih jumlah penonton +/- 6,4 juta penonton, terakhir film Dilan 1990 (2018) berhasil meraih +/- 6,3 juta penonton. Selebihnya (+/- 90%) film Indonesia yang ditayangkan di bioskop-bioskop diseluruh penjuru Tanah Air, maupun melalui berbagai platform media diasumsikan hanya memperoleh penonton di bawah 1 juta.
Data film Indonesia di tahun 2024, hasil edar yang diperoleh dari penonton bioskop yang telah ditayangkan telah/hampir mencapai 70 juta-an penonton. Jika data tersebut dapat dijadikan acuan maka dapat diperkirakan potensi pendapatan/penerimaan pajak setiap tahunnya di sektor ini mencapai : harga rata-rata tiket Rp. 40.000 x 70 juta penonton x 10% pajak hiburan (PJBT) maka diperoleh penerimaan pajak (PJBT) sebesar Rp. 280 Miliar setiap tahunnya oleh Pemerintah Daerah. Sementara Jumlah penerimaan bagi pihak Bioskop dan pihak Produser adalah: Rp.40.000 x 70 juta penonton – 280 Milyar = Rp. 2,52 Triliun, kemudian dibagi 2 antara pihak Bioskop dan pihak Produser. Sehingga pendapatan masing-masing pihak (Bioskop dan Produser) secara Gross adalah Rp. 1,26 Triliun.
Seandainya film Ne Zha-2 ditayangkan di Indonesia dan berhasil memperoleh jumlah penonton 10 Juta (Top Box Office Indonesia). Maka dengan Harga Tiket Masuk (HTM) rata – rata Rp. 40.000, akan meraup pendapatan sebanyak :
Perhitungan :
Jumlah Penonton 10 Juta x HTM Rp. 40.000 = Rp. 400 M.
Setelah dikurangi pajak tontonan sebesar 10% = Rp. 40 M.
Total Penerimaan Bersih = Rp. 360 M.
Sehingga Importir serta pengusaha bioskop film Ne Zha-2 akan mendapat penghasilan sebesar 50% dari 360 M = +/- Rp. 180 M (Gross).
Proyeksi tersebut secara nasional memberi gambaran potensi penerimaan negara yang cukup besar. Jika kena tarif atas sebesar 30%, maka masing–masing pihak (Bioskop dan Importir film) dapat menyetorkan pajak sebesar 54 M, Belum termasuk pendapatan yang diperoleh sebagai akibat multiplier effect di sektor film seperti; kuliner, musik, fashion design, jasa sewa peralatan Jasa Teknik Film hingga ke Make-up artist.
Kesuksesan Ne Zha-2 tidak hanya menjadi kebanggaan bagi industri film China, akan tetapi juga menjadi sinyal bahwa film animasi non-Hollywood dan non-berbahasa Inggris kini memiliki daya saing yang kuat di kancah global. Semoga perhatian Pemerintah dibawah kepemimpinan Bapak Prabowo Subianto semakin memberi peluang bagi perkembangan dunia film di Tanah Air, karena potensi pajak (PJBT) dan pajak-pajak lainnya sebagai multiplier effect di sektor film masih banyak yang belum di eksplorasi lebih jauh.
==00==
Nasaruddin Siradz*
*Penulis adalah Sekjen GASFI (Gabungan Studio Film Indonesia)