JAKARTA, WB – Persaingan antar operator seluler yang semakin ketat membuat persaingan harga menjadi tidak sehat. Kondisi bisnis seluler saat ini lebih sulit dibandingkan era 2007-2008.
Bisnis telekomunikasi memang masih seksi. Meski demikian, di balik `keseksiannya` itu, bisnis ini juga menyimpan sisi `buruk rupa`. “Bukan lagi berdarah-darah, tapi sudah muntah darah,” ungkap Alexander Rusli, President Director & CEO Indosat menilai kondisi persaingan operator seluler sekarang ini.
Alex bercerita, kondisi bisnis seluler saat ini lebih sulit bahkan jika dibandingkan pada tahun tahun 2007-2008 yang menjadi era price war (perang harga).
“Kini, voice dan SMS sudah bukan lagi primadona. Medan pertempuran terjadi di layanan data dengan pertumbuhan yang terus meninggi. Di sini (Indonesia-red.) masalahnya, player banyak tetapi harga rendah, jadinya muntah darah, bukannya berdarah-darah lagi,” ujar Alex.
Sebagai ilustrasi, lanjutnya, harga jual data per kilobyte di Indonesia sepertiga lebih murah dari India. Tapi terkait biaya yang dikeluarkan, di Indonesia dua kali lebih besar dari India.
Menurutnya, di negara besar seperti Amerika Serikat, pasar telekomunikasi seluler di negara itu cukup untuk empat pemain, dan semuanya masih survive dan profitable. “Jadi ada negara-negara yang pemainnya banyak tapi masih profitable tinggal masalahnya profit gede atau kecil,” ujarnya.
Alex pernah dibirokarsi saat menjadi staf ahli Menkominfo Sofyan Djalil menilai agak sulit menghadapi kondisi seperti ini.
“Nggak gampang juga. Saya regulator di zaman voice dan SMS masih jaya dan it`s life so simple, paling masalahnya interkoneksi. Kalau sekarang loyalitas pelanggan bukan sama operator tapi ke aplikasi, jadi kondisinya gak sama kaya sebelumnya,” kata Alex.
Jadi persaingan sejatinya tak hanya terjadi di antara operator, melainkan layanan internet semisal WhatsApp, Facebook, Google cs atau yang lebih dikenal dengan sebutan Over-the-top (OTT).
“Dulu pada saat saya jadi regulator baru memberikan alokasi 3G, itu pun 3G belum HSDPA seperti sekarang yang diributkan orang-orang 7,2 Mbps, sekarang kita rilis 42 Mbps, jadi experience-nya totally different. Lebih susah,” papar Alex. []