JAKARTA, WB – Setelah Presiden Jokowi tidak jadi melantik Komjen Pol Budi Gunawan (BG) sebagai Kapolri, muncul pengakuan anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo yang menyebut DPR sengaja meloloskan BG karena sudah tahu strategi Jokowi yang ingin gunakan tangan DPR untuk menolak BG.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa pengajuan nama BG bukan ditunjuk langsung oleh Jokowi, namun hanya untuk mengakomodir kehendak partai pendukung, yaitu PDIP. Menurut Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo, parlemen sudah menyadari hal itu sejak awal.
“Alasannya, sejak awal kami sadar jadi alat. Presiden tidak kehendaki Budi Gunawan tapi karena ada desakan khusus, desakan utama yang harus diakomodir calon Kapolri tunggal BG,” kata Bamsoet dalam diskusi bertajuk “Babak Baru KPK VS Polri” yang digelar di Cikini, Jakarta Pusat Sabtu (21/2/2015).
Para politisi di parlemen, khususnya Koalisi Merah Putih (KMP) sudah tahu apa yang ada dibenak Jokowi. Karena tidak berani menolak keinginan pihak yang menyodorkan nama BG sebagai calon tunggal Kaporli, Jokowi berharap DPR menolak BG.
“Kami melihat itu bahwa (Jokowi) berharap gayung bersambut, ditolak (oleh DPR). Makanya bola ditendang lagi ke Istana, mau lantik atau tidak urusan dia, maju kena mundur kena,” tegas Bendahara Umum Partai Golkar itu.
Meskipun pernyataan Bamsoet itu bukan isu baru dan sudah menjadi bahan obrolan di warung kopi. Namun karena terlontar dari mulut politisi yang kebetulan berada di barisan KMP, sudah pasti menimbulkan polemik serius.
Menurut politikus PDIP Eva Kusuma Sundari, penunjukkan seorang Kapolri mutlak kewenangan seorang presiden yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.
“Saya rasa soal penunjukkan itu otoritas seorang presiden. Jadi bisa saja orang mempresentasikan, orang berteori, dan seterusnya beranggapan seperti apa. Tapi saya rasa itu salah,” ungkap Eva menampik tudingan bahwa BG adalah `gacoan` Megawati untuk diloloskan jadi Kapolri.
Anak buah Megawati itu justru menilai, pernyataan Bamsoet itu jadi blunder karena malah membongkar aibnya. “Pernyataan pak Bambang Soesatyo seperti itu malah membuka aib sendiri. Mau menjebak malah sepertinya dia yang ke jebak,” kata Eva.
masih menurut Eva, persoalan kisruh Kapolri sudah selesai sehingga dia meminta agar jangan lagi mengungkit-ngungkit persoalan tersebut.
“Penunjukan Kapolri itu sangat otonom seorang presiden. Saya yakin Pak Jokowi tahu apa yang dianggap bener dan apa yang harus dilakukan. Silahkan masyarakat yang menilai. Toh sekarang sudah ada keputusannya, sekali lagi nggak usah nengok ke belakang sekarang fokus saja pada pengajuan calon baru dan doakan semuanya terbaik,” pungkasnya.
Tidak Penting
Sementara itu, menurut Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti, pengakuan itu tak penting di saat negara genting soal kisruh antara Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi. “Pernyataan itu pernak pernik politik yang sebetulnya tidak perlu bagi bangsa. Ya nggak ada pentingnya bagi bangsa ini,” kata Ray, Minggu (22/2/2015).
Ray menyimpulkan, ocehan Bamsoet itu akan semakin membuka tabir kinerja DPR selama ini. Ocehan itu menggambarkan kinerja DPR terutama Komisi III yang memang sengaja meloloskan BG yang sudah jadi tersangka.
“Terlepas diajukan oleh PDIP dan Jokowi, ya kewajiban mereka dengan benar melakukan fit and proper test bukan sebaliknya dengan kegenitan-kegenitan politik lainnya. Justru dengan menunjukkan pernyataan itu tidak menunjukkan moral pernyataan di hadapan masyarakat,” ujar Ray.
Ray menyarankan Bamsoet bekerja seperti yang dinginkan rakyat saat ini dalam menyelesaikan kisruh antara KPK dan Polri. Ada empat pekerjaan rumah yang sebaiknya lebih dipikirkan Bamsoet ketimbang mengeluarkan ocehan tak penting seperti itu.
“Saran saya untuk saudara Bamsoet janganlah mengurusi masalah yang ecek-ecek begitu, mendingan dia urusin kasus yang saat ini menjadi pertanyaan di masyarakat. Pertama segera dicabut kriminalisasi kepada dua pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Kedua orang mempertanyakan kredibilitas dua Plt KPK Taufiequrachman Ruki dan Indriyanto Seno Adji. Ketiga tuntaskan kasus hukum saudara BG dan keempat copot Kabareskrim,” pungkasnya.
Tidak Tegas
Di sisi lain, pengamat Politik LIPI Siti Juhro menilai, jika Jokowi tidak mendukung pencalonan BG, sebagai Kapolri, seharusnya dengan tegas dia menolak, bukannya malah `bermain`. Jokowi berhak menentukan dan mengajukan nama Kapolri yang sesuai dengan persyaratan. Karena keputusan yang diambil presiden adalah keputusan serius untuk rakyat.
“Sebagai presiden harus menunjukkan leadership-nya, harus menentukan keputusannya yang dianggap benar. Walaupun salah itu wajar, tapi kan tidak merugikan orang lain,” kata Siti.
Ocehan Bamsoet yang otomatis melibatkan keberadaan KMP di parlemen ini ditanggapi dingin oleh anggota Komisi III DPR Fraksi PKS Nasir Djamil. Polisi asal Aceh ini enggan berkomentar soal pernyataan koleganya itu. “Saya no komen, saya belum ketemu Mas Bambang,” katanyadi Jakarta, Minggu (22/2/2015).
Nasir tidak serta merta sepakat ataupun tidak sepakat dengan pernyataan Bamsoet bahwa kompaknya Komisi III meloloskan BG adalah skenario untuk menjebak Jokowi. Dia mengaskan, soal fit and propert test BG sebagai calon Kapolri sebaiknya tidak usah diungkit lagi.
“Enggak usah diungkit-ungkit lagi, kan tidak jadi dilantik. Soal jebak menjebak itu pendapatnya Mas Bambang, saya tidak mau komentar,” ungkapnya.
Apapun yang sudah bergulir, itu adalah fakta sejarah. Namun rakyat juga tahu, semua kisruh ini berawal saat Jokowi menyodorkan BG sebagai calon tunggal Kapolri kepada DPR. []