JAKARTA, WB – Ketua Majelis Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Jimly Asshiddiqie, menilai capres Prabowo Subianto tidak perlu diancam dengan hukuman pidana, lantaran menyatakan diri menarik diri dari pelaksanaan Pilpres 2014. Menurut Jimly, pernyataan Prabowo hanya merupakan ekspresi kekecewaan saja.
“Baiknya kita moderat saja, bahwa itu ekspresi kekecewaan. Kekecewaan itu bukan hanya individual. Tapi, suatu hal yang positif karena menyuarakan perasaan umum 47 persen pemilih, hampir 70 juta sendiri,” ujar Jimly di Jakarta, Rabu (23/7/2014).
Ia menyerukan agar masyarakat yang lain ikut menghargai pemilih Prabowo yang mencapai 60 juta lebih. Fenomena Pilpres saat ini memang berbeda sekali Pilpres sebelumnya, karena saat ini kandidat yang bertarung hanya dua, jadi terlihat lebih ramai dan tegang.
Menurutnya yang butuhkan saat ini, bagaimana Prabowo dan juga pendukungnya bisa mengolah emosi kekecewaan itu menjadi hal yang positif. Sedangkan yang lain juga tidak terburu-buru menafsirkan kekecewaan Prabowo dari segi hukum.
“Saya tidak menganggap ini sama dengan tindakan mengundurkan diri yang diancam pidana. Apalagi undang-undang pilpres yang dimaksud, mengatur untuk pengunduran diri yang mengacaukan pilpres,” katanya.
Jimly menjelaskan, pidana itu hanya berlaku saat surat suara sudah dicetak dan mulai didistribusikan ke semua wilayah di Indonesia, namun tiba-tiba disaat bersamaan calon presiden atau wakil presiden mengundurkan diri, maka itu bisa dikenakan pidana, karena telah mengacaukan Pilpres. Sementara kasus Prabowo berbeda proses pemilihan sudah selesai.
“Kalau ini, semua tahapan sudah selesai. Tidak mengganggu sama sekali. Maka kata-katanya kita lihat persis saja, bukan mengundurkan diri. Hanya tidak mengikuti proses,” sebut Jimly.
Sebelumnya, menjelang pengumuman KPU mengenai pemenang pemenang Pemilu Presiden 2014 pada Selasa 22 Juli 2014, Prabowo sudah menyatakan menarik dari proses Pilpres yang masih berlangsung, ia menganggap proses pelaksanaan Pilpres 2014 yang diselenggarakan oleh KPU bermasalah, tidak demokratis, dan bertentangan dengan UUD 1945.
Prabowo kemudian meminta para saksi yang ditugaskan di KPU untuk keluar. Namun KPU memutuskan agar rapat pleno penghitungan rekapitulasi suara nasional tetap dilanjutkan. Dan akhirnya KPU resmi menetapkan pasangan Jokowi-JK sebagai pemenang Pilpres 2014 dengan perolehan suara 70.997.833 atau 53,15 persen. Adapun pasangan Prabowo-Hatta memperoleh 62.576.444 atau 46,85 persen. []