JAKARTA, WB – Menjelang pesta Demokrasi Pemilu Presiden (Pilpres) yang jatuh pada 9 Juli 2014, sekaligus momentum bulan suci Ramadhan, Mahasiswa yang tergabung dalam “Aliansi Mahasiswa Menolak Lupa” melakukan ziarah ke makan pahlawan Reformasi di Tanah Kusir, Jakarta Selatan, Senin (7/07).
Momen yang bersamaan ini dimanfaatkan Aliansi Mahasiswa Menolak Lupa untuk kembali mengingatkan kepada seluruh elemen masyarakat untuk tidak memilih calon presiden (capres) yang terindikasi berkaitan dengan kejahatan pelanggaran HAM.
“Jadi pada dasarnya kita dihadapkan dengan dua momentum, yang pertama bulan suci Ramadhan, dan yang kedua pergantian pemimpin Indonesia. Momentum bulan Ramadhan ini kita manfaatkan dengan berziarah ke makam para pahlawan reformasi yang berhubungan juga dengan pergantian presiden Indonesia, di mana saat ini salah satu calon presiden Indonesia terindikasi berkaitan dengan kejahatan pelanggaran HAM,” kata koordinator Aliansi Mahasiswa Menolak Lupa, Kelvi Pratama di Tanah Kusir, Jakarta.
Lebih lanjut, Kelvi mengatakan, pesta demokrasi yang tinggal menghitung jam ini dimanfaatkan oleh Aliansi Mahasiswa Menolak Lupa untuk mengingatkan sekali lagi mengenai solidaritas perjuangan kawan-kawan mahasiswa 98.
“Kami ingatkan kepada mahasiswa, kepada masyarakat secara keseluruhan untuk jangan memilih presiden yang punya catatan secara hukum, pernah melakukan kejahatan HAM dalam bentuk dan alasan apapun, meski itu diperintahkan atasan,” tegasnya.
“Sebab, kita tidak bisa memilih capres yang memiliki masa lalu yang hitam. Kita takutkan, tragedi tersebut (98) bisa terulang lagi. kita mengingatkan calon pemimpin yang akan dipilih itu harus diketahui latar belakangnya. Siapa dia pada saat itu. Maka dari itu, kita kembali menekan dan mengingatkan kepada seluruh keluarga korban dan masyarakat indonesia,” lanjutnya.
Waktu yang sudah mepet ini, sambung Kelvi, sangat dimanfaatkan betul untuk untuk menggalang kekuatan dengan melakukan kegiatan semacam tabur bunga, doa bersama agar Indonesia dijauhkan dari calon pemimpin yang memiliki cacat hukum, memiliki sejarah dalam melakukan kejahatan HAM.
“Kita harus punya keberanian untuk mengungkap, mulai dari petinggi partai politik hingga ke masyarakat. Kita maafkan siapaun dalangnya, tapi kita tak akan pernah lupakan sejarah yang tidak baik karena semua itu harus diungkap. Ketika kita memiliki pemimpin cacat hukum (HAM) bagaimana pemimpin tersebut bisa membongkar kasus yang belum terkuak,” katanya.
Pria 24 tahun ini berharap agar Indonesia tidak dipimpin oleh seorang yang terlibat kasus HAM. Namun, seandainya yang terpilih adalah orang yang terindikasi melakukan pelanggaran HAM, maka pihaknya tetap akan bergerak untuk melawan.
“Kita akan bongkar, dan ingatkan terus kepada seluruh eleman masyarakat akan terus berjuang dengan apapun caranya. Kita harapkan presiden terpilih adalah orang yang tidak terindikasi kasus hukum dan berharap pemimpin nanti bisa mengungkapkan semua kasus yang tidak terkuak,” tuturnya.[]