DAMASKUS, 22 Januari (Xinhua) — Utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Suriah, Geir Pedersen, pada Rabu (22/1) menyebutkan tujuh hambatan yang dihadapi jajaran kepemimpinan baru Suriah, mulai dari integrasi faksi-faksi bersenjata ke dalam satu kekuatan nasional hingga mengakhiri sanksi dan mendorong pemulihan ekonomi.
“Yang pertama adalah menyatukan kelompok-kelompok bersenjata di bawah satu pasukan nasional,” kata Pedersen kepada para wartawan dalam konferensi pers di Damaskus. “Yang kedua adalah tantangan khusus di timur laut, dan yang ketiga adalah memastikan perlindungan bagi seluruh warga Suriah. Keempat, seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, adalah transisi politik. Kelima adalah keadilan transisional. Keenam, masalah sanksi, pemulihan ekonomi, dan rekonstruksi. Dan ketujuh, terakhir namun tak kalah penting, adalah kehadiran Israel.”
Pedersen menekankan bahwa transisi politik, yang mencakup konstitusi baru dan pemilihan umum yang bebas, haruslah “dipimpin oleh masyarakat Suriah dan menjadi milik masyarakat Suriah” agar dapat berhasil. “Kita membutuhkan transisi yang inklusif,” ujarnya.
Utusan tersebut juga menyerukan agar sanksi-sanksi dicabut guna mempercepat rekonstruksi Suriah, seraya menambahkan bahwa mungkin butuh waktu sebelum negosiasi perihal pencabutan semacam itu dapat dilakukan dengan pemerintah Amerika Serikat (AS).
Mengenai kekhawatiran tentang wilayah timur laut, yang berkaitan dengan konflik antara kelompok-kelompok yang didukung Turkiye dan kelompok-kelompok yang dipimpin Kurdi yang didukung AS, Pedersen mendesak dukungan terhadap negosiasi yang sedang berlangsung. Dia juga memperingatkan bahwa berlanjutnya permusuhan antara pemerintahan baru Suriah dan angkatan bersenjata setempat tidak akan menguntungkan siapa pun.
Pedersen kembali menegaskan kesediaan PBB untuk membantu pemerintahan transisional Suriah, seraya menekankan bahwa proses ini akan membutuhkan kerja sama internasional. Selesai