BEIJING, Komite Nasional Majelis Permusyawaratan Politik Rakyat China (Chinese People’s Political Consultative Conference/CPPCC) pada Sabtu (13/7) menyatakan kemarahan besar dan penentangan tegas terhadap Amerika Serikat (AS) atas pengesahan undang-undang (UU) yang disebut sebagai “UU Mempromosikan Penyelesaian Sengketa Tibet-China” (Promoting a Resolution to the Tibet-China Dispute Act).
Dalam sebuah simposium yang diadakan pada Sabtu, para anggota Komite Urusan Etnis dan Agama dari Komite Nasional CPPCC mengecam UU tersebut karena penuh dengan pandangan yang sangat keliru dan pernyataan provokatif, seraya menambahkan bahwa hal itu merupakan campur tangan terang-terangan dalam urusan dalam negeri China dengan dalih “etnis,” “agama,” dan “hak asasi manusia.”
UU tersebut sepenuhnya menyingkap niat buruk AS untuk mencampuri urusan dalam negeri China dan menghambat pembangunan damai China, kata para anggota komite itu, yang menggambarkan UU tersebut sebagai pengkhianatan serius terhadap komitmen pemerintah AS untuk mengakui bahwa Xizang merupakan bagian dari China dan tidak mendukung “kemerdekaan Tibet.”
Mereka mengatakan bahwa Xizang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari China sejak zaman kuno dan masyarakat kelompok etnis Tibet merupakan anggota bangsa China. Ini adalah fakta yang diakui oleh dunia dan tidak akan berubah sampai kapan pun, tambah para anggota komite itu.
Sejak zaman kuno, Xizang telah menjalin ikatan yang tak terpatahkan dengan daerah lain di China dalam hal geografis, persaudaraan, politik, ekonomi, dan budaya, ungkap mereka.
Pihak AS serta kelompok Dalai dengan pongah mendistorsi sejarah dan dengan lancang menyangkal fakta kedaulatan China atas Xizang. Ini merupakan bentuk tindakan yang khas dari intimidasi gaya AS, tambah para anggota komite itu.
Dalam 65 tahun sejak reformasi demokratis di Xizang, perubahan-perubahan besar yang bersejarah telah terjadi, kata mereka, seraya menambahkan bahwa sejak Kongres Nasional Partai Komunis China (Communist Party of China/CPC) ke-18 pada 2012, Xizang telah memasuki periode perkembangan terbaik dan perubahan terbesar, dengan rakyat memperoleh manfaat terbesar.
China merupakan negara multietnis dan multiagama yang bersatu. China telah mempertahankan persatuan etnis, kerukunan beragama, dan stabilitas sosial selama bertahun-tahun, yang membuktikan bahwa kebijakannya dalam urusan etnis dan agama sepenuhnya benar, papar mereka.
Buddhisme Tibet memiliki tradisi patriotisme yang agung dan memiliki rangkaian lengkap dalam ritual keagamaan dan norma-norma historis yang mengatur reinkarnasi para Buddha yang Hidup yang telah dihormati dan dijunjung tinggi oleh komunitas Buddhis Tibet, ujar para anggota komite itu.
Pemerintah China menerapkan kebijakan kebebasan beragama, menghormati dan melindungi tradisi keagamaan, serta mengelola urusan agama sesuai dengan hukum, membuat campur tangan AS sama sekali tidak beralasan, sebut mereka.
Proses membangun Xizang sosialis baru dan modern yang bersatu, makmur, beradab, harmonis, dan indah tidak dapat dihentikan oleh kekuatan apa pun, imbuh mereka. [Xinhua]