*Oleh : Nasaruddin Siradz
Akhir-akhir ini media sosial dan media maistream kita dipenuhi oleh berita-berita terkait ulah para turis asing asal Rusia dan Ukraina di Bali. Ulah para Turis asing tersebut, mulai dari pelanggaran/penyalah-gunaan Visa yang tidak sesuai dengan peruntukannya, merambah pekerjaan warga Lokal Bali hingga pelanggaran lain seperti tidak mematuhi norma adat dengan melanggar ketentuan ”berdiam diri” atau Nyepi pada saat hari Raya Nyepi tanggal 22 maret lalu (Tahun Baru Saka 1945).
Puncaknya adalah pelanggaran lalu-lintas para Turis asing dalam sebuah video viral di twitter yang memperlihatkan seorang turis asing perempuan di daerah Canggu, Kabupaten Badung, mengendarai sepeda motor tanpa memakai helm dan berdebat dengan polisi yang hendak menghentikannya karena melawan arus.
Hal-hal tersebut kemudian memicu Gubernur Bali, I Wayan Koster, untuk berkirim surat kepada Menteri Hukum dan Ham serta tembusan kepada Menteri Luar Negeri agar segera mencabut kebijakan/fasilitas Visa On Arrival (VOA) bagi Warga Negara kedua Negara tersebut. Response dari Dirjen Imigrasi, Silmy Karim, yang menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan penelaahan secara konprehensif, karena keputusan yang diambil akan berdampak secara luas, apalagi WN Rusia dan Ukraina juga tersebar di wilayah lain di Indonesia.
Konsul Kehormatan Rusia di Bali, Gede Dharma Wijaya, dibuat geleng-geleng kepala dengan tingkah pola warga negara Rusia di Bali. “Kami sangat menyesalkan turis Rusia yang ulahnya membuat kami geleng-geleng kepala dan sangat menyesalkan perbuatan yang melanggar aturan” kata Dharma Wijaya seperti dikutip dari detikBali 24 maret lalu.
Sementara Duta Besar Ukraina untuk Indonesia, Dr. Vasyl Hamianin, dalam pengarahan pers yang dilaksanakan secara daring pekan lalu (14/3) mengatakan bahwa dirinya sangat kecewa dengan pernyataan Gubernur Bali. Menurutnya, usulan Gubernur Bali tersebut tidak berdasar karena menurut statistik dari Pemerintah Indonesia, jumlah warga Ukraina yang didakwa karena tindak kejahatan di Indonesia jumlahnya relatif kecil.
“Berdasarkan data Ditjen Imigrasi di Bandara International I Gusti Ngurah Rai, Bali, jumlah pengguna VOA dan electronic Visa on Arrival (e-VOA) asal Rusia pada Januari – Maret tercatat 59.854 orang. Sementara turis Ukraina tercatat masing-masing lebih dari 2000-an pada Januari dan Februari 2023 serta sebanyak 566 orang hingga pertengahan bulan Maret 2023. Nampak peningkatan turis asing ke Bali semakin terasa akhir-akhir ini, terutama semenjak 5 bulan terakhir. Kabar baik sesunguhnya bagi industri pariwisata kita di Tanah Air,” ujar Silmy Karim beberapa waktu lalu.
Visa on Arrival (VOA) dan electronic Visa on Arrival (e-VOA) merupakan dokumen izin masuk sementara yang diberikan oleh Pemerintah RI kepada warga negara asing (WNA). Berbeda dengan visa lainnya, VOA dan e-VOA menawarkan kemudahan, karena sudah tidak perlu berurusan dengan rumitnya birokrasi suatu negara. VOA dan e-VOA berlaku selama 30 hari dan hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk 30 hari berikutnya. Setelah perpanjangan satu kali, yang bersangkutan (WNA) wajib meninggalkan Indonesia sebelum masa berlaku berakhir.
VOA dan e-VOA sesungguhnya hanya digunakan untuk 6 jenis kegiatan, yaitu kunjungan wisata, kunjungan tugas pemerintahan, kunjungan pembicaraan bisnis, kunjungan pembelian barang, kunjungan rapat serta untuk keperluan Transit.
UU Nomor 6 tentang Keimigrasian, khususnya Bab V, Pasal 41 serta Surat Edaran Dirjen Imigrasi No: IMI-0700.GR.01.01 tertanggal 14 September 2022 dapat disebut sebagai landasan diberikannya fasilitas VOA dan e-VOA bagi beberapa negara sahabat dalam rangka mendukung pariwisata berkelanjutan pasca membaiknya situasi pamdemi Covid-19 di Tanah Air.
UU Otonomi Daerah Nomor: 23 Tahun 2014, khususnya Pasal 1 (6) tentang Pemerintahan Daerah, menyatakan bahwa: ”Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Otonomi daerah yang dimaksud disini adalah kebebasan atau kemandirian, tetapi bukan kemerdekaan. Dengan tujuan untuk memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah; selain itu, Hak-hak Pemerintah Daerah juga diatur seperti; mengurus sendiri urusan pemerintahannya; mengelola aparatur daerah dan kekayaan daerah; memungut pajak dan retribusi daerah; dan lain-lain sumber pendapatan yang sah.
Dari perspektif Otonomi Daerah nampak bahwa Pemerintah Provinsi Bali diberikan keleluasaan bertindak untuk mengatasi masalah-masalah ”minor” yang terjadi di wilayahnya seperti; pelanggaran lalu lintas, pelanggaran norma adat seperti ”berdiam diri” pada Hari Raya Nyepi, penyalahgunaan Visa dan izin tinggal yang tidak sesuai dengan peruntukannya, dll yang semuanya masih dapat diatasi dalam kewenangan yang diberikan oleh UU nomor 23 tahun 2014 tentang Otonomi Daerah.
Pelanggaran lalu lintas seperti; melawan arus, tidak memakai helm pada saat berkendaraan, mengganti Nomor Polisi kendaraan bermotor, tidak memakai baju pada saat berkendaraan dan pelanggaran lalu lintas lainnya cukup dengan berkoordinasi dengan Kapolda Bali yang akan memerintahkan para Kapolres dan jajaran dibawahnya untuk menegakkan aturan lalu lintas di jalan raya serta memberi sanksi tegas kepada para pelanggar lalu-lintas, termasuk para wisatawan manca-negara.
Selain itu, Pemprov Bali dapat mengaktifkan kembali Polisi Wisatawan (Tourist Police) yang dulu pernah ada di Bali untuk memberikan arahan/panduan kepada para wisatawan mancanegara yang kebetulan/kedapatan melanggar norma/adat-istiadat/aturan setempat.
Sementara untuk pelanggaran/penyalah-gunaan Visa dan Ijin tinggal untuk efektivitas pelaksanaannya, pihak Pemprov Bali dapat bekerjasama dengan Pemerintah Pusat c.q Ditjen Imigrasi Kemkumham yang akan menurunkan petugas imigrasi baik dari Pusat maupun yang berada di daerah –dapat dikordinasikan pada tingkat provinsi/daerah melalui Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) sebagai kelanjutan Muspida pada zaman Orde Baru– yang biasanya terdiri dari unsur TNI – Polri, Kejaksaan dan Kemkumham dimana aparat Imigrasi terdapat di dalamnya. Petugas Imigrasi yang ditugaskan tersebut akan mengecek tempat-tempat yang ditengarai sebagai tempat tinggal para wisatawan yang menyalahgunakan Visa dan/atau Ijin tinggal yang dimilikinya sebagai bentuk penegakan hukum di Provisi Bali.
Upaya untuk mencabut fasilitas VOA dan/atau e-VOA perlu penelaahan yang lebih komprehensif dan kehati-hatian karena usaha tersebut dapat berdampak luas yang tidak hanya berpengaruh terhadap Provinsi Bali, akan tetapi juga dapat berdampak lebih luas pada daerah lainnya, dimana para turis asal Rusia dan Ukraina berada.
Selanjutnya pada tataran hubungan luar negeri dengan kedua negara tersebut, terutama dalam pelaksanaan hubungan bilateral dengan Rusia perlu dihitung betul plus-minusnya serta dampaknya bagi Indonesia di berbagai di tingkat kerjasama bilateral seperti Kerjasama Pertahanan dan Kerjasama Teknik dalam pengadaan Alutsista TNI, di tingkat regional seperti pada forum Mitra Dialog ASEAN-Rusia dalam upaya meningkatkan konektivitas maritim dan mengembangkan logistik infrastruktur dan manajemen pelabuhan yang berkelanjutan.
Sementara di tingkat multilateral seperti G-20 dimana Indonesia dapat memainkan peran yang konstruktif dalam ikut-serta meredakan ketegangan antara Rusia-Ukraina sebagai salah satu amanat konstitusi UUD 1945. []
*Penulis adalah pengamat sosial