ANKARA – Bagi Nurettin Ozdemir, seorang pekerja toko kelontong di Ankara, ibu kota Turkiye, Ramadan tahun ini terasa berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, mengingat Turkiye masih belum pulih dari bencana gempa dahsyat yang merenggut lebih dari 50.000 jiwa.
NURETTIN OZDEMIR, Pekerja toko kelontong:
“Hidup sangat sulit bagi orang-orang di sana (zona bencana), kebanyakan dari mereka kehilangan tempat tinggal. Mereka kini tinggal di tenda-tenda dan kontainer, oleh karena itu kami merasa resah, kami sedih.
Bahkan di saat seseorang tertawa, masih ada kegetiran di dalamnya. Kami telah melihat banyak bencana, tetapi tidak pernah yang sedahsyat ini. Namun, hidup harus tetap berjalan.
Biasanya, bulan Ramadan akan terasa penuh warna dan sukacita. Namun, tahun ini Ramadan akan menjadi bulan yang penuh sukacita sekaligus kepedihan.”
Lebih dari 13 juta warga Turkiye terdampak langsung gempa dahsyat yang berpusat di Turkiye tenggara pada 6 Februari lalu, menurut statistik resmi.
Sebelumnya pada bulan ini, Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan mengatakan 3,3 juta orang telah meninggalkan zona gempa. Lebih dari 1,5 juta orang mengungsi di tenda-tenda darurat dan kamp pengungsi dari kontainer yang didirikan di zona bencana, sebut Otoritas Manajemen Bencana dan Kedaruratan Turkiye.
Remzi Buyuk, seorang pensiunan asal Ankara, mengungkapkan bahwa bencana tersebut telah membuat seluruh negeri berduka.
REMZI BUYUK, Pensiunan:
“Saya sangat sedih akibat bencana ini. Ramadan masih memiliki arti penting, tetapi tidak ada keindahan yang tersisa tahun ini.”
Dampak gempa bumi diperkirakan akan memberikan pukulan berat bagi perekonomian Turkiye.
Presiden Erdogan pada Senin (20/3) mengungkapkan bahwa kerugian negara yang disebabkan oleh gempa bumi itu diperkirakan mencapai sekitar 104 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp15.349), atau 9 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Turkiye pada 2023.
Dampak gempa diperkirakan akan menambah kesengsaraan pada ekonomi yang sudah didera oleh tingginya inflasi.
Inflasi pangan Turkiye termasuk yang tertinggi di antara negara-negara Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (Organization for Economic Cooperation and Development/OECD) pada 2022, menurut data yang dirilis oleh organisasi tersebut pada 7 Maret. Inflasi pangan negara itu mencapai 71 persen, dibandingkan dengan rata-rata OECD yang sebesar 15,2 persen.
Tingkat inflasi tahunan di Turkiye turun menjadi 55,18 persen pada Februari dari 85 persen pada Oktober tahun lalu. Meski demikian, harga-harga barang masih terbilang tinggi dan menambah beban pengeluaran warga Turkiye selama bulan Ramadan.
Koresponden Kantor Berita Xinhua melaporkan dari Ankara. (XHTV)