Para demonstran berunjuk rasa menuntut hak aborsi di Washington DC, Amerika Serikat, pada 8 Oktober 2022. (Xinhua/Liu Jie)
“Kisah-kisah mengerikan dari sejumlah negara bagian yang telah melarang aborsi menunjukkan krisis medis yang saat ini mencengkeram hampir separuh wilayah di negara ini,” urai Center for American Progress.
NEW YORK CITY, 9 November (Xinhua) — Empat bulan setelah pembatalan putusan Roe v. Wade pada Juni, sejumlah konsekuensi kesehatan yang mengerikan dari pelarangan layanan aborsi semakin terlihat jelas di Amerika Serikat (AS), demikian dilaporkan oleh Center for American Progress pekan lalu.
Sebanyak 18 negara bagian di AS, yang merupakan tempat tinggal bagi lebih dari 25 juta wanita yang berada di rentang usia subur, telah melarang sebagian atau seluruh akses ke layanan aborsi, dengan hanya menyisakan sejumlah pengecualian yang hampir mustahil untuk diterapkan, kata laporan tersebut.
“Ribuan orang telah mendapati bahwa memperoleh (layanan) aborsi yang diperlukan adalah hal mustahil,” imbuh laporan itu.
“Kisah-kisah mengerikan dari sejumlah negara bagian yang telah melarang aborsi menunjukkan krisis medis yang saat ini mencengkeram hampir separuh wilayah di negara ini,” urai laporan itu.
Memperparah kekejaman larangan aborsi, krisis akses aborsi tersebut memiliki kaitan dengan bencana perawatan kesehatan lainnya di AS, yakni kematian ibu (maternal mortality). Lebih lanjut laporan itu memaparkan bahwa AS mencatat tingkat kematian ibu tertinggi di antara negara-negara maju, dengan wanita kulit hitam mencatatkan tingkat kematian ibu yang lebih tinggi dibandingkan kelompok demografis lainnya.
Selain itu, para dokter di seluruh wilayah negara tersebut berada di posisi yang sangat lemah dalam menjalani antara pelatihan medis dan kewajiban etika profesional mereka di tengah kurangnya kejelasan soal apa yang diizinkan menurut undang-undang, urai laporan itu. [Xinhua]