Para wisatawan melihat badak di Taman Nasional Etosha di Namibia pada 14 Agustus 2022. (Xinhua/Chen Cheng)
Sebanyak 55 ekor badak dan dua ekor gajah diburu di Namibia sepanjang tahun ini, dibandingkan dengan 44 ekor badak dan delapan ekor gajah pada 2021, menurut Menteri Lingkungan, Kehutanan, dan Pariwisata Namibia Pohamba Shifeta.
WINDHOEK, 6 Oktober (Xinhua) — Menteri Lingkungan, Kehutanan, dan Pariwisata (Ministry of Environment, Forestry and Tourism/MEFT) Namibia, Pohamba Shifeta, pada Rabu (5/10) mengatakan bahwa sebanyak 55 ekor badak dan dua ekor gajah diburu di negara itu sepanjang tahun ini, dibandingkan dengan 44 ekor badak dan delapan ekor gajah pada 2021.
“Kami ingin memastikan bahwa tidak ada hewan liar yang dibunuh secara ilegal di negara kami, dan bahwa satwa liar juga bermanfaat bagi masyarakat negara ini, baik generasi sekarang maupun yang akan datang,” ungkapnya pada sebuah upacara penyerahan kendaraan dan peralatan penegakan hukum yang disumbangkan oleh Proyek Perlindungan Satwa Liar Terpadu (Integrated Wildlife Protection Project/WPP).
Sebanyak 36 orang ditangkap karena kasus terkait perburuan badak, dan 58 orang ditangkap karena kasus terkait gajah sepanjang tahun ini, dibandingkan dengan 80 orang dan 98 orang yang ditangkap dalam kasus serupa pada 2021, menurut Shifeta.
Menteri Lingkungan, Kehutanan, dan Pariwisata Namibia Pohamba Shifeta meresmikan pengelolaan taman nasional dan rencana pengembangan pariwisata Namibia di sebuah acara di Windhoek, Namibia, pada 14 Oktober 2020. (Xinhua/Musa C Kaseke)
Operasi harian sangat terpengaruh oleh COVID-19 dan sangat sulit untuk mempertahankan serta mengelola aktivitas seperti penyediaan air untuk permainan, pencegahan kejahatan satwa liar, inspeksi, dan penegakan hukum, manajemen konflik antara manusia dan satwa liar, pembangunan infrastruktur, keterlibatan masyarakat pedesaan, serta partisipasi dalam pengelolaan satwa liar, kata Shifeta.
Menurutnya, dukungan tersebut diberikan pada saat Namibia mengalami peningkatan kejahatan terhadap satwa liar khususnya badak dan tenggiling (pangolin) yang berkaitan erat dengan perdagangan internasional spesies dan produk-produk turunannya.
“Selama beberapa tahun terakhir, kami mengarahkan fokus kami pada komponen penegakan hukum konservasi dalam upaya melindungi sumber daya alam negara, terutama satwa liar dari perburuan dan perdagangan ilegal. Berbagai pendekatan telah diterapkan untuk menekan perburuan spesies tertentu seperti badak, gajah, dan tenggiling yang banyak diburu para sindikat perburuan karena nilai produknya,” ujarnya. “Hal ini termasuk perekrutan petugas antiperburuan tambahan, pengerahan kendaraan, dan pembangunan kamp patroli di daerah-daerah kritis yang terkena dampak perburuan liar. Kami melatih dan melengkapi Jagawana Layanan Perlindungan Satwa Liar (Rangers of the Wildlife Protection Services/WPS), memberi pelatihan mengemudikan kendaraan berpenggerak 4×4 untuk para staf MEFT dan WPS kami, serta melatih dan melengkapi staf MEFT dengan Alat Pemantauan dan Pelaporan Spasial (Spatial Monitoring and Reporting Tool), yang disebut sebagai SMART.”
Untuk memperkuat berbagai upaya perlindungan satwa liar, mereka meningkatkan visibilitas melalui patroli dengan berjalan kaki dan udara di semua area titik panas (hotspot), terutama di taman nasional dan kawasan pariwisata, kata Shifeta.
Sebanyak delapan ekortenggiling hidup telah disita sepanjang tahun ini dibandingkan dengan 21 ekor pada 2021, sementara 24 kulit tenggiling telah disita dibandingkan dengan 66 kulit hewan itu pada 2021, sebutnya, menambahkan bahwa 48 tersangka yang berhubungan dengan kasus terkait tenggiling telah ditangkap tahun ini, dibandingkan dengan 129 orang pada 2021. [Xinhua]