WARTABUANA – Setiap tahun jumlah angkatan kerja Indonesia terus bertambah seiring berjalannya waktu, berbanding terbalik dengan lapangan pekerjaan yang tersedia.
Bonus demografi ini seperti pisau bermata dua, satu sisi meningkatkan pertumbuhan namun efek negatifnya menyebabkan tingginya pengangguran dan kriminalitas apabila tidak terkelola dengan baik.
Menurut Robinson Napitupulu, kader senior SOKSI, hal tersebut merupakan problem sosial politik yang tidak bisa dianggap remeh oleh pemerintah saat ini. Pada akhirnya seluruh sektor kehidupan masyarakat akan terdampak, baik di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan keamanan negara.
Saat diwawancarai wartabuana.com, Robinson Napitupulu memaparkan sejumlah ide dan solusi terkait kondisi ini. Dia juga mengapresiasi kebijakan Presiden untuk mendatangkan investor asing menanamkan modalnya di dalam negeri, salah satunya dengan membangun industri besar raksasa seperti industri Nikel di Morowali Sulawesi Selatan, baik untuk barang ataupun jasa sehingga diharapkan dapat menyerap tenaga kerja siap pakai dan berkualitas
“Seperti halnya kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yg kita miliki merupakan anugrah dari Tuhan kepada bangsa ini yang harus kita rawat dan optimalkan dengan sebaik-baiknya,” ujarnya.
Sudah tentu tenaga kerja lokal harus siap untuk bersaing melalui kompetensi dan etos kerja yang baik, dengan badan dan jiwa yang sehat, berkelakuan baik, serta siap kerja keras dan berorientasi pada peningkatan produktivitas.
Selain itu prasyarat kualifikasi yang memenuhi kebutuhan standar sebagaimana kebutuhan industri perlu dipersiapkan. Karenanya, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja sudah saatnya untuk fokus memikirkan tenaga kerja kita yang memiliki produktivitas tinggi untuk berpacu meraih prestasi di lingkungan kerja.
Selain itu menurut Robinson, perlu dilakukan aksi kongkrit meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para pekerja Indonesia ataupun angkatan kerja agar lebih berkualitas dan berdaya saing.
“Pendirian Balai Latihan Kerja (BLK) di setiap daerah, Provinsi maupun Kabupaten/Kotamadya penting untuk dikembangkan. Pemerintah jangan lagi hanya larut membahas isu perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja berupa upah minimum regional saja, tanpa peduli aspek kualitas dan etos kerja,” ungkapnya.
Dengan demikian investor asingpun tidak lagi dipusingkan memikirkan kesiapan tenaga kerja kita yang diperlukan untuk membangun industri di Indonesia.
Mereka pada dasarnya tidak direpotkan harus terpaksa membawa Tenaga Kerja Asing (TKA) yang berbiaya tinggi untuk menjamin keberhasilan investasinya di Indonesia, pungkas Robinson mantan pegawai Kementerian Kominfo cq. Departemen Penerangan ini.[]