Seorang pengunjung mempelajari tentang produk-produk khas yang dipamerkan di stan Uzbekistan dalam Pameran Internasional Jalur Sutra keenam di Xi’an, Provinsi Shaanxi, China barat laut, pada 14 Agustus 2022. (Xinhua/Li Yibo)
XI’AN, 22 Agustus (Xinhua) — Dalam beberapa tahun terakhir, dengan Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra (Belt and Road Initiative/BRI), China dan negara-negara di sepanjang rute tersebut secara aktif menjalin kerja sama di bidang pertanian dan bekerja sama untuk menjaga ketahanan pangan regional.
China menandatangani dokumen kerja sama di bidang pertanian dan perikanan dengan lebih dari 80 negara, dan lebih dari 650 proyek kerja sama investasi pertanian telah dilaksanakan di negara-negara di sepanjang Sabuk dan Jalur Sutra.
“Kawasan Sabuk dan Jalur Sutra, dengan wilayah yang luas dan sumber daya pertanian yang kaya, menjadi area penting bagi perdagangan dan kerja sama pertanian China, serta berperan penting dalam memastikan ketahanan pangan dan keamanan produk pertanian,” kata Ma Lili dari School of Economics and Management di Universitas Northwest di China.
Ma mengungkapkan bahwa Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi kerja sama pertanian dalam hal konektivitas, fasilitasi perdagangan dan investasi, integrasi moneter, serta promosi pertukaran.
Pembangunan dan hubungan pasar-pasar besar akan membantu negara-negara dan kawasan di sepanjang rute tersebut untuk melaksanakan pembagian kerja yang terdiferensiasi, mempromosikan produksi yang dikhususkan, serta memperluas keunggulan kompetitif. Sementara itu, pertukaran dan kerja sama di bidang ilmu dan teknologi pertanian akan membantu upaya berbagi pengetahuan serta meningkatkan efisiensi dan kualitas produksi pertanian, tutur Ma.
Menurut data dari Administrasi Umum Bea Cukai China, pada 2021, China mengimpor produk pertanian senilai 326,55 miliar yuan (1 yuan = Rp2.177) atau sekitar 47,84 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp14.858) dari negara-negara Sabuk dan Jalur Sutra, meningkat 26,1 persen secara tahunan (year on year/yoy). Skala perdagangan produk pertanian terus meningkat, dan kerja sama antara rantai industri dan rantai pasokan kian lebih erat.
Dalam sebuah forum Sabuk dan Jalur Sutra tentang perdagangan pertanian dan revitalisasi pedesaan dalam kerangka kerja Pameran Internasional Jalur Sutra Keenam, yang ditutup pada Kamis (18/8) pekan lalu, Ye Niuping, Wakil Gubernur Provinsi Shaanxi, China barat laut, memperkenalkan ekspor produk pertanian provinsi tersebut.
“Sekarang ini, apel dan buah kiwi kami diekspor ke lebih dari 80 negara dan kawasan di seluruh dunia. Lebih dari 50 merek dapat bersaing dengan merek lain dari negara lain di pasar luar negeri,” kata Ye, menambahkan bahwa bibit buah dari wilayah Baishui di Shaanxi diekspor ke Afrika untuk kali pertama, dan sayur-mayur dari wilayah Jingyang juga dijual di pasar internasional.
Terinspirasi oleh Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra, Xi’an Aiju Grain and Oil Industrial Group, sebuah perusahaan biji-bijian dan minyak tradisional yang didirikan pada 1934, mendirikan pabrik di Kazakhstan pada 2015 untuk mempromosikan mode penanaman “pertanian kontrak”.
Kini, Aiju Group menandatangani pesanan pertanian dengan para petani di Kazakhstan, mencakup sekitar 100.000 hektare gandum dan tanaman minyak, serta kapasitas pengolahan dan penyimpanan biji-bijian dan minyak mencapai 300.000 ton.
Sejak awal 2022, COVID-19, cuaca ekstrem, konflik geografis, serta faktor-faktor lainnya berdampak terhadap rantai industri pangan dan rantai pasokan global. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga ketahanan pangan regional melalui kerja sama pertanian di negara-negara di sepanjang Sabuk dan Jalur Sutra.
Para ahli mengatakan bahwa di masa depan, kerja sama pertanian di antara negara-negara Sabuk dan Jalur Sutra dapat ditingkatkan dalam banyak aspek, termasuk kebijakan, teknologi, pertukaran talenta, perdagangan, dan investasi keuangan.
“Lebih dari sebelumnya, kita perlu berinovasi dalam teknologi pertanian, mengoptimalkan metode produksi, mendorong pembangunan pertanian, bersama-sama menangani bencana alam, dan berbagi hasil pembangunan pertanian dengan prinsip kesetaraan dan saling menguntungkan,” ungkap Gu Weibing, seorang pejabat dari Kementerian Pertanian dan Urusan Pedesaan China. [Xinhua]