Jakarta, Buntut kasus Ferdy Sambo masih banyak menyimpan misteri salah satunya diawal banyak rekayasa hingga muncul uang suap ditengah-tengah isu ini. Bahkan Bharada Richard juga dijanjikan uang 1 Milyar jika mengaku sebagai pembunuh Brigadir Yosua.
Bahkan pihak Ferdy Sambo berani menawarkan amplop tebal kepada pihak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LKPSK),
Hal tersebut dibenarkan oleh Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi.
Melansir Kompas.com, pemberian amplop tersebut terjadi setelah LPSK bertemu dengan Sambo di Kantor Divisi Propam Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 13 Juli 2022.
“Setelah pertemuan dengan Irjen Ferdy Sambo dan jeda menunggu kedatangan Bharada E, salah satu petugas LPSK menunaikan shalat di Masjid Mabes Polri,” ungkap Edwin di kantornya, Ciracas, Jakarta Timur, Jumat (12/8/2022).
Alhasil, hanya ada satu orang petugas LPSK yang menunggu di ruang tunggu tamu kantor Kadiv Propam.
Saat itu, berdasarkan penuturan Edwin, salah seorang staf berseragam hitam dengan garis abu-abu mendatangi petugas LPSK tersebut.
“Salah seorang staf berseragam hitam dengan garis abu-abu, menyampaikan titipan atau pesanan ‘bapak’ untuk dibagi berdua,” ujar Edwin.
Staf tersebut kemudian menyodorkan sebuah map yang di dalamnya terdapat dua amplop coklat dengan ketebalan masing-masing satu sentimeter.
Namun, petugas LPSK menolaknya.
Lainhalnya Dewanpers yang didatangi pihak pengacara bahkan sempat ada acara tertutup saat konsultasi tim pengacara istri Ferdy Sambo dengan pihak Dewan Pers pada Jumat 15/7/2022 lalu. Pihak Dewan Pers diwakili oleh Yadi Hendriana dengan jabatan Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers ini.
Meski pernyataan dicabut kejadian tersebut wajib diusut secara terang benderang karena motif hampir sama (perlakuan oknum yang menyuap LPSK diduga sama mencoba suap Dewan Pers), bahkan salah satu sumber saat berlangsungnya pressconfrence tercium adanya transfer ke para wartawan yang meliput di Dewan Pers ini,”Saat saya sedang di warung bawah, ada beberapa wartawan yang diduga korlap terdengar pembicaraan uang sudah ditransfer ya mba,”ucap sumber tersebut.
Hal ini membuat salah satu wartawan senior Dimas Supriyanto Tetap Mendesak
Pemecatan Anggota Dewan Pers Yadi Hendriana
Berikut uraian yang disampaikan ;
Mengamati perkembangan dari hari ke hari peristiwa tragedi pembunuhan ajudan Irjen Ferdy Sambo, yaitu Brigadir Nofriyansyah Joshua Hutabarat yang kini terbongkar skenario awalnya, yang mengakibatkan tindakan drastis dari Polri untuk memeriksa seluruh tim yang terlibat, Jurnalis Anggota PWI Jaya Dimas Supriyanto terus mendesak agar Dewan Pers memberhentikan Sdr. Yadi Hendriana dengan tidak hormat.
Sdr Yadi Hendriana, selaku Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers (2022-2025), telah memberikan keterangan dan imbauan yang menyesatkan, agar para wartawan hanya mengutip media resmi dan bersimpati pada keluarga Irjen Pol. Ferdy Sambo, sesuai arahan dari Arman Hanis, pengacara keluarga jendral Kadiv Propam Polri tersebut, usai konsultasi di Gedung Dewan Pers, pada 15 Agustus 2022 lalu.
Pernyataan Sdr. Yadi Hendriana yang disampaikan bersama pengacara keluarga Ferdy Sambo, kepada wartawan, Jumat, 15 Juli 2022 lalu, telah mendapat publisitas luas, dari media mainstream, khususnya Detik.com, Kompas, Kumparan, Republika, dan Tempo .
Diketahui kemudian keterangan yang diberikan polisi merupakan rekayasa yang berbeda dengan kejadian yang sesungguhnya. Terbukti Polri telah menetapkannya Ferdy Sambo sebagai tersangka, bersama sama Bharada Richard Eliezer, Brigadir Ricky Rizal, serta seorang sopir berinisial Kuat Maruf.
Selain empat orang yang di-tersangka-kan itu, ada tujuh perwira lain yang dicopot dari jabatannya lantaran terseret kasus Brigadir J. Tujuh perwira tinggi dan menengah yang dicopot itu merupakan anak buah Ferdy Sambo di Divpropam Polri.
Namun sebelum itu, permintaan dan imbauan “hanya mengutip keterangan resmi dari sumber “ kepolisian merupakan kesalahan fatal bagi anggota Dewan Pers kepada wartawan yang seharusnya melindungi kebebasan mereka dalam meliput berita dari berbagai sumber, dari segala sisi dan pandangan, sesuai azas demokrasi dan kemerdekaan pers.
Menyandarkan informasi semata mata dari sumber resmi, khususnya kepolisian, dimana pejabat tinggi di dalamnya terlibat, menunjukkan sikap tidak independen dan tidak berimbang. Selain itu, hanya memuat berita polisi menunjukan sikap tidak profesional, sebab merendahkan profesi dengan menjadi juru berita kepolisian.
Lebih jauh Dimas menjelaskan, pernyataan dan permintaan yang terekam media yang disampaikan oleh Sdr. Yadi Hendriana itu, patut diduga melanggar Kode Etik Jurnalistik Ayat 1: Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Ayat 2 : Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Dalam penjelasan asas Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers, diungkapkan kegiatan pers dan jurnalistik sedikitnya mengandung empat asas, yaitu: 1. Asas Demokratis., 2. Asas Profesionalitas., 3. Asas Moralitas ., 4. Asas Supremasi Hukum, dimana ke empatnya langsung tidak berfungsi sekiranya para wartawan mematuhi imbauan Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakkan Etika Pers, Sdr. Yadi Hendrawan.
Terkait dengan UU Pers no 40, Saudara Ketua Penegakkan Etika Pers itu juga patut diduga melanggar kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, dimana terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
Menegakkan kemerdekaan pers adalah tugas bagi semua jurnalis dan terutama bagi Lembaga Dewan Pers yang menjadi benteng terakhir pertahanan kemerdekaan tersebut.
Melekat pada Ketua dan Anggota di Dewan Pers untuk menjaga martabat Dewan Pers
Menimbang betapa seriusnya masalah ini, Dimas Supriyanto selaku jurnalis mengajukan petisi di laman Change.Org, dan telah ditanda tangani 733 orang lebih dan terus bertambah.
Dewan Pers Kasi Amplop Jurnalis?
Masalah yang lebih serius dari kegiatan jumpa pers bersama di Gedung Dewan Pers pada 15 Juli 2022 pengacara keluarga Ferdy Sambo dan Ketua Komisi bidang pengaduan dan Penegakan Etika Pers, adalah ada informasi dugaan pembagian amplop. Hal itu sungguh sangat disayangkan, karena pembagian amplop berisi uang itu terjadi di gedung Dewan Pers, yang selama ini seharusnya berjuang agar jurnalis dan lembaga pers bebas amplop untuk tugas penulisan beritanya.
Pada Kode Etik Jurnalistik, jelas tercantum di ayat 6 : Wartawan Indonesia tidak menyalah-gunakan profesi dan tidak menerima suap.
Dengan kesalahan berganda dan pelanggaran kode etik dan UU Pers, Dimas Supriyanto selaku jurnalis, menganggap Sdr. Yadi Hendriyana tidak layak berada di Dewan Pers, khususnya menjadi Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakkan Etika Pers.
Untuk itu, Dimas meminta kepada Ketua Dewan Pers Prof. Dr. H. Azyumardi Azra agar segera memberhentikan Sdr. Yadi Hendriana dari jabatannya dan menggantinya seusai mekanisme yang berlaku. ***