Oleh : Wina Armada Sukardi
Kalau kita tak mengumpulkan amal di gudang//
bagaimanakah kita dapat membangun titian//
ke alam seberang?
Itu puisi saya berjudul “Tabungan,” yang terangkum dalam buku Kumpulan Puisi Religi “Mata Burung Gagak Gitaris Rock.” Buku ini terbit pada Pebuari 2022, bertepatan dengan Hari Pers Nasional (HPN). Buku puisi ini bertema khusus relasi manusia dengan Pencipta Semesta. Semua puisinya mengandung unsur religi.
Saya menulis puisi sejak SMP. Waktu itu masih ditulis di buku tulis atau diketik di kertas-kertas yang berserakan. Kala masih di SMA, alhamdullilah, puji syukur, puisi saya sudah menembus majalah Horizon , sebuah majalah kebudayaan yang waktu itu sangat prestisius.
Getar-getar sukma dalam relasi saya dengan Tuhan, melahirkan buku ini. Kendati begitu, sebagai “penyair” saya pun mempertanyakan apakah gunanya kita bertaqwa jika tak memperhatikan sesama. Jadi, semacam otokritik sebagaimana terangkum dalam puisi berjudul “Neraca Taqwa”
Kalau aku tercatat semakin banyak//
membangun rumah ibadah//
namun bersamaan dengan itu//
bertambah banyak pula kaum miskin//
di antara kami//
dan korupsi lebih merajalela//
masihkah aku dapat menyebut diriku orang bertaqwa?
Setiap orang memiliki pengalaman masing-masing dalam “perjumpaan” dengan Sang Pencipta. Dengan Sang Khaliq. Dengan Tuhan. Begitu juga saya. Sewaktu saya menginap di villa di pinggir pantai di Bali milik seorang sahabat, setiap pagi saya berlari di bibir pantai. Disanalah ketika berlari saya merasakan “perjumpaan” dengan Tuhan sebagaimana terangkum dalam puisi berjudul “Lari Syukur.”
Mentari mulai mengintip di antara awan//
Ombak menderu tertahan di batu bibir pantai//
Aku berlari di lintasan vaving block//
Untuk menambah semangat dan kekuatan//
mulutku melafalkan kebesaran Allah//
Allahu Akbar, Allahu Akbar//
Aku tetap berlari//
Allahu Akbar, Allahu Akbar//
Aku masih berlari//
Allahu Akbar, Allahu Akbar//
Aku terus berlari//
Allahu Akbar, Allahu Akbar//
Aku masih tetap terus berlari//
Berlari//
Berlari//
Berlari//
Udara segar masuk dalam paru-paruku//
otot kaki mulai mengeras//
keringat bermunculan di sekujur tubuh//
pakaian pun membasah//
Allahu Akbar, Allahu Akbar//
Aku terus berlari//
Nafasku justru semakin panjang//
kakiku bertambah kuat//
mataku bersinar-sinar//
Allahu Akbar, Allahu Akbar//
Aku masih terus berlari//
Lintasan lari menuju arah pusat pantai//
membelah ombak//
menuju cakrawala//
Allahu Akbar, Allahu Akbar//
Aku terus berlari//
Dalam bayang-bayang baur yang menjelas//
melihat pasukan Nabi Muhammad berlatih//
mereka menguatkan otot dan keterampilan//
para prajurit pilihan meloncat ke atas kuda yang berlari//
berlatih ketangkasan memanah//
Allahu Akbar, Allahu Akbar//
Aku terus berlari//
_Melihat jutaaan rakyat senam bersama
mengolah raga_
menjaga kebugaran//
Allahu Akbar, Allahu Akbar//
Aku terus berlari//
merawat kesehatan bagian dari wujud syukur//
atas karunia Allah//
Memelihara kesehatan tubuh bagian dari penghormatan//
terhadap kehebatan cipraan Allah//
Allahu Akbar, Allahu Akbar//
Aku terus berlari//
keringatku sudah mengucur deras//
nafasku mulai tersendat-sendat//
Aku menemukan Tuhan di antata nafas yang tersengal.
- Pantai Desa Pakraman, Cucukan, Gianjara, Bali.
Tabik*