Sebagai seorang bankir yang mempromosikan pembangunan infrastruktur, Jin mengatakan dirinya menyambut baik inisiatif lain dari pemerintah atau negara mana pun, tetapi “yang penting adalah kita perlu bekerja sama untuk mewujudkan kerja sama yang lebih baik.”
NEW YORK CITY, Bank Investasi Infrastruktur Asia (Asian Infrastructure Investment Bank/AIIB) akan mempertahankan keterbukaannya untuk kerja sama, dialog, dan profesional global sembari tetap berpegang pada standar internasional dalam operasionalnya, menurut presiden lembaga pembiayaan multilateral itu.
“Pintu bank ini terbuka dan akan tetap terbuka selamanya,” kata Presiden AIIB Jin Liqun dalam dialog daring baru-baru ini yang diselenggarakan oleh lembaga nirlaba China Institute yang berbasis di New York, Amerika Serikat (AS).
Negara mana pun dipersilakan untuk bergabung dengan AIIB kapan pun mereka anggap tepat. Jika beberapa negara memilih untuk tidak bergabung, itu tidak memengaruhi hubungan mereka dengan AIIB, kata Jin.
Mulai beroperasi pada Januari 2016 dengan 57 anggota pendiri, AIIB kini memiliki 104 anggota.
“Kami telah mempertahankan kerja sama yang sangat erat dengan beberapa lembaga keuangan Amerika, secara khusus kami juga terus berdialog dengan institusi-institusi milik pemerintah AS,” kata Jin.
Jin menekankan bahwa AIIB tidak pernah mengecualikan profesional atau institusi mana pun hanya karena negara mereka bukan anggota AIIB, yang merupakan ciri khas dari lembaga baru ini.
“Kami ingin bekerja dengan semua orang yang bersedia mendukung ekonomi global, yang bersedia mendukung negara-negara berpendapatan rendah, yang bersedia mendukung integrasi global,” tutur Jin.
AIIB menjalin kerja sama erat dengan Grup Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB), dan banyak lembaga lainnya, dengan nilai proyek yang dibiayai oleh AIIB bersama lembaga keuangan lainnya selama enam tahun terakhir mencapai total 16,1 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp14.310), menurut Jin.
“Dalam banyak kasus, secara finansial tidak mungkin sebuah institusi dapat melakukannya sendirian,” katanya.
Sebagai seorang bankir yang mempromosikan pembangunan infrastruktur, Jin mengatakan dirinya menyambut baik inisiatif lain dari pemerintah atau negara mana pun, tetapi “yang penting adalah kita perlu bekerja sama untuk mewujudkan kerja sama yang lebih baik.”
AIIB telah mengerahkan upaya maksimal untuk memastikan bahwa proyek-proyek di bawah Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra akan diimplementasikan dengan standar tinggi, ujar Jin.
“Biasanya, orang mengatakan tidak ada ikatan untuk merujuk pada ketiadaan syarat politik. Namun, kami harus memastikan bahwa proyek-proyek yang kami biayai memenuhi standar lingkungan dan sosial. Dan jika Anda menyebut hal ini sebagai syarat, saya katakan ya, memang ada syaratnya.”
AIIB memiliki departemen independen bernama Unit Penyelesaian Keluhan, Evaluasi, dan Integritas, yang bertanggung jawab atas pelaksanaan proyek, menurut Jin.
“Sejauh ini kami tidak mengalami masalah besar dalam pelaksanaan proyek, kami tidak menerima keluhan apa pun tentang korupsi,” jelasnya.
Selain proyek infrastruktur, AIIB juga memberikan pinjaman kepada proyek-proyek terkait perubahan iklim dan respons terhadap pandemi COVID-19.
AIIB mengalokasikan 13 miliar dolar untuk Fasilitas Pemulihan Krisis COVID-19 guna membantu para anggotanya mengatasi krisis yang timbul akibat COVID-19, dan sebagian besar dana tersebut diinvestasikan bersama dengan bank pembangunan multilateral lainnya, menurut Jin.
AIIB menyelaraskan kebijakan dan strateginya dengan Perjanjian Paris serta diperkirakan akan mengumpulkan persetujuan pembiayaan iklim sebesar 50 miliar dolar pada 2030, lanjutnya.
“Belum pernah multilateralisme menjadi begitu penting bagi nasib kita bersama. Belum pernah ada kebutuhan yang begitu akut akan pendekatan multilateral untuk memecahkan tantangan berat umat manusia. Bank Investasi Infrastruktur Asia diciptakan sebagai respons langsung terhadap keinginan tulus di antara negara-negara untuk kerja sama internasional yang lebih besar, bukan lebih sedikit,” ungkap Jin. [Xinhua]