Semakin banyak anak muda Indonesia memulai bisnis makanan China di tengah pandemi COVID-19 di saat perubahan gaya kerja orang-orang turut menginspirasi mereka untuk mencari peluang baru.
JAKARTA, Windy Tan memulai bisnis makanan pinggir jalannya pada Juli lalu. Dia berjualan dimsum dengan menempati tempat usaha yang disewanya di depan sebuah minimarket di Jakarta Barat.
Tak lama sebelumnya, wanita berusia 27 tahun itu baru saja memutuskan untuk mengundurkan diri dari sebuah biro periklanan yang terdampak oleh pandemi COVID-19.
Windy, yang merupakan keturunan Tionghoa, merasakan kegembiraan dalam beberapa bulan terakhir karena dirinya mendapatkan sedikit keberuntungan dari bisnis makanan China sederhana miliknya.
“Ibu saya biasanya memasak makanan ringan panas atau hangat saat hujan turun. Saat ini, di Indonesia sedang musim hujan, saya yakin lebih banyak orang akan menikmati hidangan hangat,” katanya kepada Xinhua di kios makanannya.
Dirinya tidak pernah menyangka bahwa keputusan mengelola kios makanan akan membantunya bertahan secara finansial di tengah pandemi COVID-19.
“Dimsum adalah masakan sederhana dan menyehatkan. Apalagi, masyarakat perkotaan sudah mengenalnya,” ujarnya.
Windy, yang lulus dengan gelar di bidang manajemen pemasaran, saat ini berpikir untuk mendirikan lebih banyak kios makanan yang menjual dimsum kukus di wilayah lain di Jakarta.
“Rasanya enak. Banyak orang yang menyukainya. Saya kira dimsum telah menjadi bagian dari gaya hidup banyak warga Jakarta,” ujarnya.
Windy, yang juga menjual hidangan China melalui platform layanan pengiriman makanan seperti GoFood, GrabFood, dan ShopeeFood, mengalami peningkatan jumlah pesanan daring.
“Ini luar biasa. Saya semakin optimistis menjalani bisnis makanan secara purnawaktu,” katanya, seraya menambahkan bahwa keuntungan bulanannya dari bisnis tersebut belakangan ini jauh lebih tinggi dibandingkan gaji bulanan di pekerjaan terakhirnya.
Sementara itu di Jakarta Timur, tiga orang sahabat dekat yang sudah saling mengenal sejak SMA menambahkan ciri khas pada makanan China.
Mengusung nama Dimsum Corner, usaha tersebut didirikan beberapa pekan setelah Cakra Jova, Liko Andriza, dan Jefry Aliansyah merampungkan pendidikan sarjana mereka pada 2019.
“Malam itu, kami berkumpul dan berpikir bahwa kami harus mengembangkan bisnis bersama. Kami pun berpikir dimsum. Dan kami ingin membuatnya seunik mungkin,” ujar Cakra kepada Xinhua.
Saat ini, mereka memiliki enam kios yang tersebar di Jakarta dan kota satelitnya, Bekasi, dengan 25 karyawan yang bekerja untuk mereka. Semua kios makanan tersebut berlokasi di dekat kompleks perumahan, menyasar kaum dewasa muda dan keluarga kelas menengah.
Perubahan gaya kerja orang-orang di tengah pandemi COVID-19 juga turut menginspirasi anak-anak muda ini untuk mencari peluang baru. Menurut Liko, bisnis mereka berkembang lebih pesat diiringi dengan peningkatan pendapatan yang signifikan pula.
“Selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), banyak pekerja kantoran bekerja dari rumah. Yang mengejutkan, kami melihat jumlah pesanan daring meningkat jauh lebih tinggi. Kami bahkan menambah lebih banyak cabang selama masa itu,” katanya, sembari berencana untuk membuka lebih banyak cabang dalam waktu dekat.
Pria berusia 25 tahun tersebut mengatakan bahwa selain kontrol kualitas makanan, sangat penting pula bagi pemilik bisnis semacam itu untuk memahami ranah media sosial sebagai upaya untuk menjangkau lebih banyak pelanggan potensial.
“Kami masih belum mampu menyewa influencer. Untungnya, beberapa pelanggan kami adalah tokoh masyarakat dan selebriti. Mereka membantu kami mempromosikan hidangan kami di media sosial,” ujar Liko, seraya mengungkapkan bahwa persaingan pengusaha dimsum di Jakarta semakin sengit.
Bagi mereka, inovasi dan keunikan juga menjadi kuncinya. “Saat ini, ada cukup banyak tempat untuk menyantap dimsum di kota-kota besar di Indonesia. Itu sebabnya kami harus menciptakan ciri khas kami sendiri,” tambah Liko.
Ketiga sahabat itu mengungkapkan optimisme mereka bahwa mereka akan memperluas bisnis mereka ke jantung kota Jakarta, rumah bagi sekitar 10 juta orang.
“Kemungkinan kami akan memperluas bisnis kami di pusat kota,” ujar Jefry. “Kami hanya perlu bersabar dan gigih.” Selesai