WASHINGTON – Bukti ilmiah sampai saat ini mengindikasikan bahwa SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19, kemungkinan merupakan hasil dari evolusi virus yang terjadi di alam, demikian disampaikan Francis S. Collins, Direktur Institut Kesehatan Nasional (National Institutes of Health/NIH) Amerika Serikat (AS).
Virus itu berpotensi untuk langsung berpindah ke tubuh manusia atau melalui inang hewan perantara yang tidak teridentifikasi, papar Collins dalam “Pernyataan tentang Informasi yang Keliru terkait Asal-Usul SARS-CoV-2” (Statement on Misinformation about SARS-CoV-2 Origins), yang dirilis di situs web NIH pada Rabu (20/10) malam waktu setempat.
Sampai saat ini, asal-usul SARS-CoV-2 belum dapat diidentifikasi. Ini bukan hal baru mengingat mengonfirmasi asal-usul sebuah virus dengan kepastian 100 persen adalah proses yang panjang dan rumit, tuturnya.
“Butuh 14 tahun bagi para ilmuwan untuk menemukan satu populasi kelelawar yang memiliki seluruh komponen genetik SARS-CoV, virus penyebab epidemi SARS pada 2003, yang diperlukan. Kita juga masih belum mengetahui asal-usul wabah Ebola pada 2014,” kata Collins.
“Sayangnya, di tengah ketiadaan jawaban yang pasti, informasi yang keliru dan hoaks mengisi kekosongan itu, yang membawa lebih banyak kerugian daripada keuntungan,” ujarnya.
Analisis terhadap data genom yang telah diterbitkan dan sejumlah dokumen lainnya dari penerima hibah menunjukkan bahwa virus corona kelelawar yang terbentuk secara alami dan dipelajari di bawah program hibah NIH secara genetik jauh berbeda dengan SARS-CoV-2 dan tidak mungkin menjadi penyebab pandemi COVID-19.
Klaim yang menyatakan hal sebaliknya “jelas tidak benar,” sebut pernyataan itu.
Collins menambahkan bahwa secara historis, ada banyak virus yang berasal dari hewan dan menyebabkan epidemi serta pandemi, termasuk influenza, Ebola, Zika, virus West Nile, SARS, dan sebagainya. [Xinhua]