URUMQI – Bagi Ani Bayatihan (38), musim gugur adalah salah satu musim favoritnya, karena desanya di Daerah Otonom Uighur Xinjiang di China barat laut semarak dengan beragam warna, menarik banyak pengunjung.
Mengenakan pakaian tradisional etnis Kazakh berwarna ungu muda, Ani selalu penuh semangat saat memperkenalkan desanya kepada para pengunjung, yang telah dilakukannya selama 11 tahun. Terletak di kaki Pegunungan Tianshan dan dekat dengan situs warisan dunia Danau Tianchi, Desa Kuokehula merupakan tujuan wisata yang wajib dikunjungi di kawasan indah itu.
Ani pemandu wisata yang sudah kaya pengalaman di desa etnis Kazakh itu, yang juga dikenal sebagai taman budaya adat rakyat di area danau tersebut.
“Saya gugup ketika pertama kali berhadapan dengan wisatawan 11 tahun yang lalu. Bahasa Mandarin saya saat itu belum lancar. Seiring berjalannya tahun, saya menjadi lebih percaya diri dan semakin menyukai pekerjaan saya berkat interaksi dengan para wisatawan dari seluruh dunia,” kata Ani.
Seperti halnya keluarga Ani, masing-masing dari 100 lebih rumah tangga di desa itu telah turut menikmati “kue” pariwisata yang tengah berkembang. Penduduk desa melibatkan diri dalam berbagai “pekerjaan” di taman budaya itu sesuai dengan kebutuhan dan spesialisasi masing-masing, seperti menyanyi, menari, membuat teh susu dan daging panggang, serta membuat kerajinan tangan.
Tur keliling kawasan wisata itu bagaikan mengunjungi museum terbuka tentang budaya etnis Kazakh, dengan papan-papan informasi yang memperkenalkan berbagai adat istiadat rakyat dan penduduk desa yang mempraktikkan keterampilan membuat kerajinan rakyat seperti sulaman tradisional dan pertunjukan pementasan.
“Desa yang berubah menjadi taman budaya rakyat itu merupakan platform yang sangat bagus untuk menunjukkan kebudayaan dan sejarah Kazakh,” kata Bai Yanling, kepala dewan pariwisata Tianchi. “Ini berhasil untuk perlindungan dan promosi budaya.”
“Anda bisa mendapatkan pengalaman mendalam dan banyak pengetahuan tentang kehidupan etnis Kazakh sebelum menikmati keajaiban alam di pegunungan,” kata Xu Qin, seorang pengunjung yang tergabung dalam kelompok wisatawan dari Provinsi Jiangxi, China timur.
Para pengunjung hampir tidak dapat membayangkan bahwa lebih dari satu dekade yang lalu, penduduk desa setempat menjalani kehidupan nomaden.
Dalam upaya untuk lebih melindungi sumber daya alam di situs warisan tersebut, pemerintah daerah membantu penduduk desa mengalihkan mata pencaharian mereka dari penggembalaan ternak, dan mengembangkan pariwisata serta jasa katering.
“Penghasilan rata-rata rumah tangga di desa itu lebih dari 10.000 yuan (1 yuan = Rp2.207) per tahun dari menggembalakan ternak. Sementara, dengan pengembangan pariwisata, sebagian besar rumah tangga saat ini mengalami peningkatan pendapatan tahunan sebesar empat kali lipat,” kata Wei Shuhua, pimpinan taman wisata budaya tersebut.
Setelah puncak perjalanan musim gugur, desa tempat tinggal Ani akan segera diguyur salju pada November, ketika taman wisata budaya itu akan ditutup hingga musim semi berikutnya.
Penduduk desa tidak lagi khawatir akan musim yang sepi, karena resor ski terdekat bakal menawarkan banyak pekerjaan dengan tren olahraga musim dingin yang sedang booming di negara itu, kata Ani. [Xinhua]