BAGHDAD – Di bawah slogan “perang melawan teror” global, Washington telah menjerumuskan Irak ke dalam kekacauan, menyebabkan banyak korban jiwa dan pengusiran paksa warga sipil tak berdosa.
JAMAL HASHIM, Koresponden Xinhua di Irak : “Pada 2003, Amerika Serikat (AS) menginvasi Irak dengan tudingan palsu bahwa rezim Irak kala itu memiliki hubungan dengan kelompok Al-Qaeda, dan bahwa rezim tersebut sedang mengembangkan senjata pemusnah massal. Invasi AS benar-benar menghancurkan sistem kenegaraan di Irak dan secara substansial menyebabkan pertumpahan darah yang tak terhitung jumlahnya serta mengancam seluruh aspek kehidupan di negara tersebut. Perang di Irak telah menewaskan ratusan ribu orang dan membuat jutaan warga menjadi yatim dan janda, di samping jutaan pengungsi di dalam maupun luar Irak.”
ZIVADIN JOVANOVIC, Mantan menteri luar negeri Yugoslavia : “Standar ganda hak asasi manusia di AS telah menjadi salah satu alat tertua dari strategi ekspansionisme dan dominasi imperialisme Amerika. AS telah menggunakan kekuatan militer tanpa izin dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dengan dalih membela hak asasi manusia dan mencegah bencana kemanusiaan, atau melindungi masyarakat. Contohnya, kasus agresi AS-NATO di Yugoslavia 22 tahun silam, atau di Irak pada 2003, atau di Libya pada 2011, dan sebagainya. Agresi dan intervensi ini bertanggung jawab atas tewasnya ribuan anak dan orang-orang yang tidak bersalah, memicu munculnya jutaan pengungsi dan orang-orang telantar, menebar kehancuran, kesengsaraan, dan keputusasaan secara global.”
Menurut Institut Watson untuk Urusan Internasional dan Publik Universitas Brown, antara 184.382 hingga 207.156 warga sipil Irak tewas dalam kekerasan perang di negara itu.
Koresponden Kantor Berita Xinhua melaporkan dari Baghdad. (XHTV)