WARTABUANA – Di masa muda, Christianto Wibisono aktif sebagai wartawan Istana Kepresidenan dan Kantor Gubernur DKI Jakarta. Dia dekat dengan banyak birokrat, salah satunya Ali Sadikin. Kedekatan itu memberikan andil dalam proses lahirnya kebijakan ‘pajak judi’ dan pembangunan Taman Ismail Marzuki (TIM).
Christianto Wibisono yang lahir di Semarang, 10 April 1945 memiliki nama Tionghoa Oey Kian Kok. Christianto muda mengawali karir wartawan di Harian KAMI yang terbit perdana 18 Juni 1966, sekitar dua bulan setelah Ali Sadikin ditunjuk Presiden Soekarno menjadi Gubernur DKI Jakarta Kamis 28 April 1966.
Sebagai wartawan muda dengan tugas meliput semua acara dan kegiatan Presiden Soekarno dan Ali Sadikin, menjadi bukti jika Christianto adalah wartawan pilihan dari redaksinya.Selama melakoni profesi dia dekat dengan banyak kalangan, terutama rekan seprofesi.
Di tulisan berjudul “Gubernur DKI & Kemelut Pilpres” yang dimuat di watyutink.com pada 28 April 2019, Christianto mengungkapkan keterlibatannya dalam proses lahirnya kebijakan pemungutan pajak judi untuk pembangunan fasilitas umum di Jakarta.
Peristiwa itu terjadi saat Ali Sadikin menjadi Gubernur ke-5 DKI Jakarta. “Pada 14 Agustus 1967 saya menyampaikan usulan pemajakan casino sebagai terobosan membangun gedung SD untuk anak usia sekolah yang jumlahnya 600.000 orang, yang terlantar karena tidak ada APBN maupun APBD. Usulan itu dilaksanakan dengan pemegang lisensi Dadi Darma (Yauw Foet Sen), pemilik tokoh Tropicana di Pasar Baru, ayahanda Jan Darmadi,” tulis Christianto.
Usulan Christianto itu disampaikan melalui karya tulis “Mengatasi Problematik Pendidikan SD di Ibukota Jakarta” yang menang dalam sayembara menulis untuk memperingati HUT Kota Jakarta ke 440. Tanggal 14 Agustus 1967, Ali Sadikin memberikan hadiah berupa dua unit motor.
Ali Sadikin menempuh cara tidak lazim saat itu karena APBD DKI Jakarta hanya berjumlah Rp 66 juta. Dengan payung hukum Undang-Undang No. 11 Tahun 1957 yang memungkinkan Pemerintah Daerah memungut pajak atas izin perjudian, usulan Christianto pun dijalankan.
Di Historia.id, Christianto menulis, Jakarta memperoleh surplus dana dari pajak judi untuk pembangunan di pelbagai bidang. Bidang kesenian memperoleh dana yang cukup besar untuk membangunan fasilitas pusat kesenian Jakarta di kompleks bekas Kebun Binatang Cikini.
Dengan pajak judi itu, Ali Sadikin telah membangun 2.400 gedung sekolah, lebih dari 1.200 kilometer jalan raya, memperbaiki kampung, membina pusat kesehatan, masjid, dan penghijauan. Setelah menjabat Ali Sadikin meninggalkan APBD kepada gubernur baru Tjokropranolo, sebesar Rp116 miliar. Namun kemudian semua rumah judi ditutup oleh pemerintah pusat.
Prasasti Seniman
Dalam tulisan berjudul “Sebuah Eksperimen, Berumur Setengah Abad” dimuat di tempo.co, wartawan senior Goenawan Muhammad memaparkan proses berdirinya Taman Ismail Marzuki (TIM).
Sekitar tahun 1968, sejumlah wartawan dan seniman seperti Goenawan Muhammad, Arief Budiman, Arifin C. Noer dan Salim Said sangat produktif menulis gagasan tentang pusat kesenian di memalui Harian Kompas, Harian Kami, Harian Angkatan Bersenjata, Pelopor dan Sinar Harapan.
Arief Budiman mengajak Goenawan Muhammad dan sejumlah koleganya menggagas terbentuknya sebuah dewan yang punya wawasan, informasi, dan otoritas dalam memilih karya yang patut disajikan di pusat kesenian yang bebas dari intervensi kekuasaan.
Kemudian mereka menyusun satu makalah terdiri dari 3 lembar kertas kuarto yang berisi usulan cara pengelolaan pusat kesenian itu. Makalah itu kemudian dititipkan ke Christianto karena Goenawan Muhammad menilai wartawan muda itu dia sering memberikan sumbangan ide ke Ali Sadikin.
Suatu malam di pertengahan tahun 1968, Ali Sadikin mengundang sekitar 150 seniman dan tokoh perfilman ke rumah dinasnya di Jalan Taman Suropati. Setelah para seniman menyampaikan kritik dan saran, tiba giliran Ali Sadikin bicara.
Goenawan Muhammad mengaku heran saat mendengar apa yang disampaikan Ali Sadikin. “Entah bagaimana prosesnya, apa yang diutarakan Bang Ali (Ali Sadikin-red) hampir persis yang kami tulis dalam makalah yang kami serahkan ke Christianto,” ungkap Goenawan Muhammad.
Fakta itu menjadi bukti, bahwa sosok Christianto Wibisono bukan hanya piawai menulis, namun dia juga mahir ‘mempromosikan’ ide dan konsep-konsep briliant kepada birokrat.
Dari pertemuan itu kemudian dibentuk Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) yang kemudian menyepakati dibangunnya pusat kesenian yang kini bernama Taman Ismail Marzuki, tempat pertama dalam sejarah Indonesia di mana beragam jenis ekspresi seni mendapat ruang.
Sejarah mencatat, sosok Christianto Wibisono yang wafat pada Kamis 22 Juli 2021, sehari sebelum perayaan ulang tahun Emas pernikahannya dengan Kumala Dewi telah memberikan banyak andil dalam perjalanan bangsa ini.
Dan hanya sedikit orang yang tahu, jika Cristianto, seorang wartawan berusia 26 tahun, pada 23 Juli 1971 sudah mampu menggelar resepsi pernikahan di Golden Gate, restaurant dan night club terbesar dan termodern di Indonesia kala itu. Golden Gate yang berlokasi di Kemayoran, Jakarta Pusat didirikan oleh Njoo Han Siang, pemilik Bank Umum Nasional (BUN) dan founder Interstudio.[]