TOKYO – Di tengah kekhawatiran tentang terus menyebarnya varian COVID-19 yang sangat menular di Tokyo, pemerintah Jepang pada Selasa (1/6) menyampaikan bahwa pihaknya akan memberlakukan masa karantina selama enam hari bagi para pelancong yang baru datang dari kunjungan ke Vietnam dan Malaysia.
Orang-orang yang pernah bepergian ke Vietnam atau Malaysia dalam kurun waktu 14 hari saat tiba di Jepang akan diwajibkan tinggal di fasilitas rujukan pemerintah. Selama tinggal di fasilitas tersebut, mereka akan menerima dua kali tes COVID-19. Masa karantina selama 10 hari juga akan diterapkan bagi mereka yang datang dari Afghanistan, sedangkan masa karantina selama tujuh hari diberlakukan bagi mereka yang tiba dari Thailand.
Pemerintah Tokyo juga menyampaikan bahwa pelancong yang datang dari 15 negara bagian di Amerika Serikat akan diwajibkan melakukan karantina selama tiga hari, yang akan mulai berlaku pada Jumat (4/6). Kebijakan karantina baru ini terutama akan berpengaruh pada penduduk Jepang, karena Jepang telah melarang masuknya semua warga negara asing, bahkan mereka yang memiliki status kependudukan.
Langkah tersebut menuai kecaman dari beberapa kalangan masyarakat internasional di Tokyo karena dianggap diskriminatif. Melarang masuknya warga asing di Jepang tanpa bukti ilmiah apa pun bahwa mereka memicu risiko yang lebih tinggi bagi kesehatan masyarakat dibandingkan warga negara Jepang yang pulang ke negaranya merupakan kebijakan kesehatan masyarakat yang diskriminatif dan tidak efektif, papar pernyataan bersama yang dikeluarkan pada Jumat (28/5) oleh kamar dagang Amerika Serikat, Kanada, Selandia Baru, Australia, dan Dewan Bisnis Eropa.
Jepang seharusnya kembali ke pendekatan sebelumnya, pendekatan yang diterapkan negara-negara G7 (Kelompok Tujuh), yang memungkinkan warga negara asing dengan status kependudukan permanen dan anggota keluarga intinya untuk keluar dari atau masuk ke Jepang dengan perlakuan yang sama dengan warga negara Jepang, urai kamar dagang. [Xinhua]