WASHINGTON – Memvaksinasi seluruh dunia adalah cara paling efektif untuk menggenjot output global dalam waktu dekat, ujar Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva pada Selasa (1/6), seraya memperingatkan bahwa rendahnya tingkat vaksinasi di beberapa negara merupakan hal yang “berbahaya” bagi semua pihak.
“Kini semakin jelas bagi para pemimpin di mana pun dan juga warga biasa bahwa kita tidak akan berhasil mengatasi krisis ekonomi yang dipicu oleh pandemi ini kecuali kita mengakhirinya secara berkelanjutan,” ujar Georgieva menanggapi pertanyaan dari Xinhua dalam sebuah konferensi pers.
Pimpinan IMF tersebut berpartisipasi dalam konferensi pers bersama dengan sejumlah pemimpin dari Grup Bank Dunia, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yang berfokus pada seruan bersama baru terkait peningkatan akses yang adil terhadap vaksin COVID-19.
Georgieva menyatakan bahwa negara-negara yang memiliki lebih banyak ruang fiskal dan laju vaksinasi pesat dapat lebih cepat keluar dari krisis ini. Namun, negara yang terutama memiliki tingkat vaksinasi rendah semakin tertinggal, dan “itu berbahaya bagi semua pihak karena akan menghambat pemulihan global.”
Menurut perkiraan IMF, peluncuran vaksinasi yang lebih cepat dapat menyuntikkan dana setara 9 triliun dolar AS (1 dolar AS = Rp14.310) ke dalam perekonomian global pada 2025 nanti, berkat dimulainya kembali aktivitas ekonomi yang lebih cepat.
“Dan, penting untuk mengetahui bahwa 60 persen manfaat, 60 persen dari 9 triliun dolar AS ini, akan masuk ke emerging market di negara-negara berkembang, tetapi 40 persen akan masuk ke perekonomian maju,” kata ketua IMF tersebut.
“Jadi, kami memobilisasi semua pihak untuk melangkah maju demi keuntungan bersama,” tambahnya.
Georgieva juga menuturkan bahwa berlandaskan upaya WHO, WTO, Bank Dunia, dan banyak pihak lainnya, staf IMF telah mengajukan proposal dana sebesar 50 miliar dolar AS untuk mengakhiri pandemi.
Proposal itu akan memvaksinasi setidaknya 40 persen populasi di semua negara pada akhir 2021, dan sedikitnya 60 persen pada paruh pertama 2022, serta memberikan hibah tambahan di muka untuk COVAX, kampanye internasional pimpinan WHO guna pemerataan distribusi vaksin COVID-19 di seluruh dunia.
Rencana itu juga akan memberikan kepastian dalam menghadapi risiko-risiko yang memperburuk kondisi, seperti varian baru, dan mengelola periode sementara ketika ada keterbatasan pasokan vaksin dengan melalui tes dan pelacakan yang meluas, tindakan terapeutik, serta kebijakan kesehatan masyarakat, imbuh Georgieva. [Xinhua]