BRUSSEL – Perselisihan yang sedang berlangsung antara Uni Eropa (UE) dan AstraZeneca atas dugaan pelanggaran kontrak yang dilakukan oleh perusahaan farmasi tersebut diputuskan di pengadilan Brussel pada Rabu (26/5).
UE mengupayakan denda besar dijatuhkan kepada AstraZeneca terkait dugaan pelanggaran kontrak yang telah disepakati pada musim panas tahun lalu, di mana pasokan vaksin COVID-19 yang dijanjikan kepada 27 negara anggota gagal dikirim.
Dalam sesi dengar pendapat darurat, UE menuding AstraZeneca menunda pengiriman vaksin sehingga perusahaan Anglo-Swedia itu dapat melayani Inggris dan negara-negara lainnya.
Jika AstraZeneca dinyatakan bersalah, maka perusahaan itu akan dipaksa untuk menempuh sejumlah langkah guna menebus keterlambatan dalam proses produksi dan penyediaan dosis vaksin COVID-19 kepada blok tersebut.
Secara spesifik, UE mengklaim bahwa poin yang telah disepakati dalam kontrak itu tidak dipatuhi, dan AstraZeneca gagal menerapkan strategi yang memadai untuk memastikan penyediaan vaksin dikirim tepat waktu.
Menurut UE, AstraZeneca hanya mengirimkan 30 juta dosis vaksin ke blok tersebut pada kuartal pertama 2021, masih jauh dari jumlah yang dijanjikan sebanyak 300 juta dosis sepanjang 2021.
Pengacara UE Rafael Jafferali mengatakan kepada pengadilan Brussel bahwa AstraZeneca berharap akan mengirimkan jumlah dosis yang telah disepakati pada akhir Desember, namun menambahkan “dengan keterlambatan selama enam bulan, ini jelas merupakan sebuah kegagalan.” Perdebatan itu akan dilanjutkan pada 4 Juni pukul 14.00 waktu setempat.
Sebelumnya, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen pada Selasa (25/5) mengatakan melalui Twitter bahwa separuh dari jumlah orang dewasa Uni Eropa telah menerima dosis pertama vaksin itu pekan ini, saat 300 juta dosis telah dikirim, dan 245 juta dosis telah disuntikkan. [Xinhua]