CANBERRA – Menteri Luar Negeri (Menlu) Australia Marise Payne membantah kesan bahwa keputusan pemerintah untuk melarang perjalanan dari India didasari oleh rasisme.
Payne baru-baru ini mengatakan bahwa langkah “sementara” untuk melarang perjalanan dari India ke Australia diambil untuk merespons tingginya angka kasus COVID-19 di kalangan warga Australia di karantina hotel yang kembali dari negara itu.
“Beban yang diberikan pada sistem kesehatan di negara bagian dan wilayah, termasuk lewat Howard Springs, sangatlah signifikan,” katanya kepada awak media pada Minggu (2/5).
“Keputusan yang diambil di bawah Undang-Undang Ketahanan Hayati (Biosecurity Act) berdasarkan rekomendasi Kepala Petugas Medis adalah penangguhan sementara perjalanan kembali.”
Pada Sabtu (1/5), pemerintah mengumumkan bahwa siapa pun yang memasuki Australia dan telah berada di India dalam kurun waktu 14 hari sebelum waktu keberangkatannya bisa menghadapi hukuman penjara lima tahun dan denda dalam jumlah besar.
Penangguhan sementara itu mulai berlaku pada Senin (3/5) dan akan dipertimbangkan kembali pada 15 Mei oleh pemerintah menyusul rekomendasi dari Kepala Petugas Medis.
Saat ditanya apakah langkah radikal itu dipicu oleh rasisme, Payne mengatakan, “sama sekali tidak.”
Payne melontarkan komentar itu saat seorang pakar kewarganegaraan terkemuka memperingatkan bahwa pemerintah dapat menghadapi sanggahan hukum atas larangan perjalanan tersebut.
Kim Rubenstein dari Fakultas Bisnis, Pemerintahan, dan Hukum Universitas Canberra menuturkan bahwa jika larangan itu melewati batas masa penerapan awalnya pada 15 Mei, kemungkinan adanya sanggahan akan menjadi lebih besar.
“Sanggahan dapat diajukan ke pengadilan federal terkait keabsahan dari keputusan tersebut,” katanya, menurut surat kabar Nine Entertainment pada Senin.
“Semakin lama (larangan) ini berlangsung, semakin besar kemungkinan munculnya sanggahan hukum tentang inkonsistensinya dengan kerangka Biosecurity Act.” [Xinhua]